Kewajiban Manusia adalah untuk Berusaha, Tapi hanya Tuhan-lah yang Menentukan Hasilnya.

23 Januari, 2008

Khilafah by:Nadirsyah Hosen

Ada diskusi menarik mengenai sistem Khilafah di sebuah milis, berikut ini rangkuman pendapat dari DR.Nadirsyah Hosen (dosen Islamic Law di Univ. of Wollongong, Australia) di milis tsb, enjoy it..

Dear all,

Biar diskusinya makin hangat...saya bikin saja dalam bentuk tanya-jawab. Pertanyaan saya munculkan dan kemudian saya berikan jawabannya. Semoga bermanfaat.

salam,
=nadir=

1. Wajibkah mendirikan khilafah?

Tidak wajib! Yang wajib itu adalah memiliki pemimpin, yang dahulu disebut khalifah, kini bebas saja mau disebut ketua RT, kepala suku, presiden, perdana menteri, etc. Ada pemelintiran seakan-akan para ulama mewajibkan mendirikan khilafah, padahal arti kata "khilafah" dalam teks klasik tidak otomatis bermakna sistem pemerintahan Islam (SPI) yang dipercayai oleh para pejuang pro-khilafah.

Masalah kepemimpinan ini simple saja: “ Nabi mengatakan kalau kita pergi bertiga, maka salah satunya harus ditunjuk jadi pemimpin”. Tidak ada nash yang qat'i di al-Qur'an dan Hadis yang mewajibkan mendirikan SPI (baca: khilafah ataupun negara Islam). Yang disebut "khilafah" sebagai SPI itu sebenarnya hanyalah kepemimpinan yang penuh dengan keragaman dinamika dan format. Tidak ada format kepemimpinan yang baku.

2. Bukankah ada Hadis yang mengatakan khilafah itu akan berdiri lagi di akhir zaman?

Para pejuang berdirinya khilafah percaya bahwa Nabi telah menjanjikan akan datangnya kembali khilafah di akhir jaman nanti. Mereka menyebutnya dengan khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Ini dalil
pegangan mereka:

"Adalah masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya.

Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan 'Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya.

Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam." (Musnad Ahmad:IV/273) .

Cukup dengan berpegang pada dalil di atas, para pejuang khilafah menolak semua argumentasi rasional mengenai absurd-nya sistem khilafah. Mereka menganggap kedatangan kembali sistem khilafah adalah sebuah keniscayaan. Ada baiknya kita bahas saja dalil di atas.

Salah satu rawi Hadis di atas bernama Habib bin Salim. Menurut Imam Bukhari, "fihi nazhar". Inilah sebabnya imam Bukhari tidak pernah menerima hadis yang diriwayatkan oleh Habib bin Salim tsb. Di samping itu, dari 9 kitab utama (kutubut tis'ah) hanya Musnad Ahmad yang meriwayatkan hadis tsb. Sehingga "kelemahan" sanad hadis tsb tidak bisa ditolong.

Rupanya Habib bin salim itu memang cukup "bermasalah" . Dia membaca hadis tsb di depan khalifah 'umar bin abdul aziz utk menjustifikasi bhw kekhilafahan 'umar bin abdul azis merupakan khilafah 'ala
minhajin nubuwwah. Saya menduga kuat bhw Habib mencari muka di depan khalifah karena sebelumnya ada sejumlah hadis yang mengatakan:

"setelah kenabian akan ada khilafah 'ala minhajin nubuwwah, lalu akan muncul para raja."

Hadis ini misalnya diriwayatkan oleh thabrani (dan dari penelaahan saya ternyata sanadnya majhul). Saya duga hadis thabrani ini muncul pada masa mu'awiyah atau yazid sebagai akibat pertentangan
politik saat itu.

"Khilafah 'ala minhajin nubuwwah" di teks thabrani ini me-refer ke khulafa al-rasyidin, lalu "raja" me-refer ke mu'awiyah dkk. Tapi tiba-tiba muncul umar bin abdul azis --dari dinasti umayyah—yang baik dan adil. Apakah beliau termasuk "raja" yg ngawur dlm hadis tsb?

Maka muncullah Habib bin Salim yg bicara di depan khalifah Umar bin Abdul Azis bhw hadis yg beredar selama ini tidak lengkap. Menurut versi Habib, setelah periode para raja, akan muncul lagi khilafah 'ala minhajin nubuwwah--> dan ini merefer ke umar bin abdul azis. Jadi nuansa politik hadis ini sangat kuat.

Repotnya, term khilafah 'ala minhajin nubuwwah yg dimaksud oleh Habib (yaitu Umar bin abdul azis) sekarang dipahami oleh Hizbut Tahrir (dan kelompok sejenis) sebagai jaminan akan datangnya khilafah lagi di kemudian hari. Mereka pasti repot menempatkan umar bin abdul azis dalam urutan di atas tadi: kenabian, khilafah 'ala mihajin nubuwwah periode pertama (yaitu khulafa al-rasyidin) , lalu para raja, dan khilafah 'ala minhajin nubuwwah lagi. Kalau khilafah 'ala minhajin nubuwwah periode yg kedua baru muncul di akhir jaman maka umar bin abdul azis termasuk golongan para raja yang ngawur :-)

Saya kira kita memang haus bersikap kritis terhadap hadis-hadis berbau politik. Sayangnya sikap kritis ini yang sukar ditumbuhkan di kalangan para pejuang khilafah.

3. Bukankah khilafah adalah solusi dari masalah ummat? Selama ummat islam mengadopsi sistem kafir (demokrasi) maka ummat Islam tidak akan pernah jaya?

Di sinilah letak perbedaannya: sistem khilafah itu dianggap sempurna, sedangkan sistem lainnya (demokrasi, kapitalis, sosialis, dll) adalah buatan manusia. Kalau kita menemukan contoh "jelek"
dalam sejarah Islam, maka kita buru-buru bilang, "yang salah itu manusianya, bukan sistem Islamnya!". Tapi kalau kita melihat contoh "jelek" dalam sistem lain, kita cenderung untuk bilang, "demokrasi hanya menghasilkan kekacauan!". Jadi, yang disalahkan adalah demokrasinya. Ini namanya kita sudah menerapkan standard ganda.

Biar adil, marilah kita melihat bahwa yang disebut sistem khilafah itu sebenarnya merupakan sistem yang juga tidak sempurna, karena ia merupakan produk sejarah, dimana beraneka ragam pemikiran dan praktek telah berlangsung. Sayangnya, karena dianggap sudah "sempurna" maka sistem khilafah itu seolah-olah tidak bisa direformasi. Padahal banyak sekali yang harus direformasi.

Contoh: dalam sistem khilafah pemimpin itu tidak dibatasi periode jabatannya (tenure). Asalkan dia tidak melanggar syariah, dia bisa berkuasa seumur hidup. Dalam sistem demokrasi, hal ini tidak bisa
diterima. Meskipun seorang pemimpin tidak punya cacat moral, tapi kekuasaannya dibatasi sampai periode tertentu.

Saya maklum kenapa sistem khilafah tidak membatasi jabatan khalifah. Soalnya pada tahun 1924 khilafah sudah bubar, padahal pada tahun 1933 (the 22nd Amendment) Amerika baru mulai membatasi jabatan presiden selama dua periode saja. Sayangnya, buku ttg khilafah yang ditulis setelah tahun 1933 masih saja tidak membatasi periode jabatan khalifah. Itulah sebabnya kita menyaksikan bahwa dalam sepanjang sejarah Islam, khalifah itu naik-turun karena wafat, di
bunuh, atau dikudeta. Tidak ada khalifah yg turun karena masa jabatannya sudah habis.

Contoh lainnya, sistem khilafah selalu mengulang-ulang mengenai konsep baiat (al-bay`ah) dan syura. Tapi sayang berhenti saja sampai di situ [soalnya sudah dianggap sempurna sih :-)]. Dalam tradisi
barat, electoral systems itu diperdebatkan dan terus "disempurnakan" dalam berbagai bentuknya. Dari mulai sistem proporsional, distrik sampai gabungan keduanya. Begitu juga dengan sistem parlemen. Dari mulai unicameral sampai bicameral system dibahas habis-habisan, dan perdebatan terus berlangsung untuk menentukan sistem mana yang lebih bisa merepresentasikan suara rakyat dan lebih bisa menjamin tegaknya mekanisme check and balance.

Tapi kalau kita mau "melihat" ke teori barat, nanti kita dituduh terpengaruh orientalis atau terjebak pada sistem kafir. Akhirnya kita terus menerus memelihara teori yg sudah ketinggalan kereta.

4. Kalau khilafah berdiri, maka ummat islam akan bersatu. Lantas kenapa harus ditolak? Bukankah kita menginginkan persatuan ummat?

Sejumlah dalil mengenai persatuan ummat Islam dan kaitannya dengan khilafah banyak dikutip oleh
"pejuang khilafah" belakangan ini:

Rasulullah SAW bersabda:

"Jika dibai'at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya." (HR. Muslim)

Bagaimana "rekaman" sejarah soal ini? Ini daftar tahun berkuasanya khilafah yang sempat saya catat
(sila dikoreksi kalau keliru):

1. Ummayyah (661-750)
2. Abbasiyah (750-1258)
3. Umayyah II (780-1031)
3. Buyids (945-1055)
4. Fatimiyah (909-1171)
5. Saljuk (1055-1194)
6. Ayyubid (1169-1260)
7. Mamluks (1250-1517)
8. Ottoman (1280-1922)
9. Safavid (1501-1722)
10. Mughal (1526-1857)

Dari daftar di atas kita ketahui bahwa selepas masa Khulafa al-Rasyidin, ternyata hanya pada masa Umayyah dan awal masa Abbasiyah saja terdapat satu khalifah untuk semua ummat Islam. Sejak tahun 909 (dimana Abbasiyah masih berkuasa) telah berdiri juga kepemimpinan ummat di Egypt oleh Fatimiyyah (bahkan pada periode Fatimiyah inilah Universitas al-Azhar Cairo dibangun).

Di masa Abbasiyah, Cordova (Andalusia) juga memisahkan diri dan punya kekhalifahan sendiri (Umayyah II). Di Andalusia inilah sejarah Islam dicatat dengan tinta emas, namun pada saat yang sama terjadi kepemimpinan ganda di tubuh ummat, toh tetap dianggap sukses juga :-)

Pada masa Fatimiyyah di Mesir (909-1171), juga berdiri kekuasaan lainnya: Buyids di Iran-Iraq (945-1055). Buyids hilang, lalu muncul Saljuk (1055-1194), sementara Fatimiyah masih berkuasa di Mesir sampai 1171. Ayubid meneruskan Fatimiyyah dengan kekuasaan meliputi Mesir dan Syria (1169-1260). Dan seterusnya.. .silahkan diteruskan sendiri.

Jadi, sejarah menunjukkan bahwa khilafah itu tidak satu; ternyata bisa ada dua atau tiga khalifah pada saat yang bersamaan. Siapa yang dipenggal lehernya dan siapa yang memenggal? Mana yang sah dan mana yang harus dibunuh?

Kita harus kritis membaca Hadis-Hadis "politik" di atas. Saya menduga kuat Hadis semacam itu baru dimunculkan ketika terjadi pertentangan di kalangan ummat islam sepeninggal rasul. Alih-alih bermusyawarah, spt yang diperintahkan Qur'an, para elit Islam tempo doeloe malah melegitimasi pertempuran berdarah dengan Hadis-Hadis semacam itu.

Sejumlah Ulama yg datang belakangan kemudian berusaha "mentakwil" makna Hadis di atas. Mereka menyadari bahwa situasi sudah berubah, dan Islam sudah meluas sampai ke pelosok kampung. Pernyataan Nabi di atas tidak bisa dilepaskan dari konteks traditional- state di Madinah, dimana resources, jumlah penduduk, dan luas wilayah masih sangat terbatas. Cocok-kah Hadis itu diterapkan pada saat ini?

Berpegang teguh pada makna lahiriah Hadis di atas akan membuat darah tumpah dimana-mana. Contoh saja, karena tidak ada aturan yg jelas, maka para ulama berdebat, spt direkam dengan baik oleh al-Mawardi, M. Abu faris dan Wahbah al-Zuhayli: berapa orang yg dibutuhkan utk membai'at seorang khalifah? Ada yg bilang lima [karena Abu Bakr dipilih oleh 5 orang], tiga [dianalogikan dengan aqad nikah dimana ada 1 wali dan 2 saksi], bahkan satu saja cukup [Ali diba'iat oleh Abbas saja]. Jadi, cukup 5 orang saja utk membai'at khalifah. Aturan itu cocok untuk kondisi Madinah jaman dulu, namun terhitung "menggelikan" untuk jaman sekarang.

Disamping itu, urusan "memenggal kepala" itu tidak lagi cocok dengan situasi sekarang. Contoh: ribut-ribut jumlah suara antara AlGore dengan Bush 4 th lalu diselesaikan bukan dengan putusnya leher salah satu di antara mereka. Begitu juga Gus Dur tidak bisa meminta kepala Mega dipenggal ketika Mega "merebut" kekeuasaannya tempo hari. Mekanisme konstitusi yg menyelesaikan semua itu. Nah, mekanisme itu yang di jaman dulu kagak ada. Apa kita mau balik ke jaman itu lagi?

Akhirnya, dengan adanya catatan sejarah yg menunjukkan bahwa terdapat beberapa khalifah dalam masa yang sama, di wilayah yang berbeda, Hadis politik di atas sudah tidak cocok lagi diterapkan.

5. Jawaban anda sebelumnya seolah-olah hendak mengatakan bahwa berdirinya khilafah justru akan menimbulkan pertumpahan darah sesama ummat islam, bukan menghadirkan persatuan spt yang didengungkan para pejuang khilafah saat ini. Betulkah demikian? Benarkah sejarah khilafah menunjukkan pertumpahan darah tsb?

Ketika Bani Abbasiyah merebut khilafah, darah tertumpah di mana-mana. Ini "rekaman" kejadiannya:
Pasukan tentara Bani Abbas menaklukkan kota Damsyik, ibukota Bani Umayyah, dan mereka "memainkan" pedangnya di kalangan penduduk , sehingga membunuh kurang lebih lima puluh ribu orang. Masjid Jami' milik Bani Umayyah, mereka jadikan kandang kuda-kuda mereka selama tujuh puluh hari, dan mereka menggali kembali kuburan Mu'awiyah serta Bani Umayyah lainnya. Dan ketika mendapati jasad Hisyam bin Abdul Malik masih utuh, mereka lalu menderanya dengan cambuk-cambuk dan menggantungkannya di hadapan pandangan orang banyak selama beberapa
hari, kemudian membakarnya dan menaburkan abunya. Mereka juga membunuh setiap anak dari kalangan Bani Umayyah, kemudian menghamparkan permadani di atas jasad-jasad mereka yang sebagiannya masih menggeliat dan gemetaran, lalu mereka duduk di atasnya sambil makan. Mereka juga membunuh semua anggota keluarga Bani Umayyah yang ada di kota Basrah dan menggantungkan jasad-jasad mereka dengan lidah-lidah mereka, kemudian membuang mereka di jalan-jalan kota itu untuk makanan anjing-anjing. Demikian pula yang mereka lakukan terhadap Bani Umayyah di Makkah dan Madinah.

Kemudian timbul pemberontakan di kota Musil melawan as-Saffah yang segera mengutus saudaranya, Yahya, untuk menumpas dan memadamkannya. Yahya kemudian mengumumkan di kalangan rakyat: "Barangsiapa memasuki masjid Jami', maka ia dijamin keamananya." Beribu-ribu orang secara berduyun-duyun memasuki masjid, kemudian Yahya menugaskan pengawal-pengawalnya menutup pintu-pintu Masjid dan menghabisi nyawa orang-orang yang berlindung mencari keselamatan itu. Sebanyak sebelas ribu orang meninggal pada peristiwa itu. Dan di malam harinya, Yahya mendengar tangis dan ratapan kaum wanita yang suami-suaminya terbunuh di hari itu, lalu ia pun memerintahkan pembunuhan atas kaum wanita dan anak-anak, sehingga selama tiga hari di kota Musil digenangi oleh darah-darah penduduknya dan berlangsunglah selama itu penangkapan dan penyembelihan yang tidak sedikit pun memiliki belas kasihan terhadap anak kecil, orang tua atau membiarkan seorang laki-laki atau melalaikan seorang wanita.

...
...
Seorang ahli fiqh terkenal di Khurasn bernama Ibrahim bin Maimum percaya kepada kaum Abbasiyin yang telah berjanji "akan menegakkan hukum-hukum Allah sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah". Atas dasar itu ia menunjukkan semangat yang berkobar-kobar dalam mendukung mereka, dan selama pemberontakan itu berlangsung, ia adalah tangan kanan Abu Muslim al-Khurasani. Namun ketika ia, setelah berhasilnya gerakan kaum Abbasiyin itu, menuntut kepada Abu Muslim agar menegakkan hukum-hukum Allah dan melarang tindakan-tindakan yang melanggar kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, segera ia dihukum mati oleh Abu Muslim.

Cerita di atas bukan karangan orientalis tapi bisa dibaca di Ibn Atsir, jilid 4, h. 333-340, al-Bidayah, jilid 10, h. 345; Ibn Khaldun, jilid 3, h. 132-133; al-Bidayah, jilid 10, h. 68; al-Thabari, jilid 6, h. 107-109. Buku-buku ini yang menjadi rujukan Abul A'la al-Maududi ketika menceritakan ulang kisah di atas dalam al-Khilafah wa al-Mulk.

Note:
Yang jelas sejarah "buruk" kekhilafahan bukan hanya milik khalifah Abbasiyah, tapi juga terjadi di masa Umayyah (sebelum Abbasiyah) dan sesudah Abbasiyah. Misalnya, menurut al-Maududi, dalam periode khilafah pasca khulafatur rasyidin telah terjadi: perubahan aturan pengangkatan khalifah spt yang dipraktekkan sebelumnya, perubahan cara hidup para khalifah, perubahan kondisi baitul mal, hilangnya kemerdekaan mengeluarkan pendapat, hilangnya kebebasan peradilan, berakhirnya pemerintah berdasarkan syura, munculnya kefanatikan kesukuan, dan hilangnya kekuasaan hukum.

Sejarah itu seperti cermin: ada yang baik dan ada yang buruk. Kita harus menyikapinya secara proporsional; jangan "buruk muka, cermin dibelah. Sengaja saya tampilkan sisi buruknya agar kita tidak hidup dalam angan-angan atau nostalgia masa lalu saja, tanpa mengetahui sisi buruk masa lalu itu.

Ada kesan bahwa dengan menjadikan "khilafah is the (only) solution" maka kita melupakan bahwa sebenarnya banyak kisah kelam (sebagaimana juga banyak kisah "keemasan") dalam masa kekhilafahan itu. Jadi, mendirikan kembali khilafah tidak berarti semua problem akan hilang dan lenyap; mungkin kehidupan tanpa problem itu hanya ada di surga saja :-)

6. Ada sejumlah kewajiban yang pelaksanaannya tidak terletak di tangan individu rakyat. Di antaranya adalah pelaksanaan hudûd, jihad fi sabilillah untuk meninggikan kalimat Allah, mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya , dan seterusnya. Sejumlah kewajiban syariat ini bergantung pada pengangkatan Khalifah. Bukankah di sinilah letak urgensinya kita mendirikan khilafah?

Cara berpikir anda itu masih menganggap khilafah itu sama dengan sebuah sistem pemerintahan Islam [SPI}, padahal hadis-hadis yang menyinggung soal khilafah itu hanya bicara mengenai pentingnya mengangkat pemimpin (dan sekarang semua negara punya pemimpin kan?).

Kalau pertanyaannya saya tulis ulang: bukankah sebagian pelaksanaan syariat islam membutuhkan campur tangan pemimpin? jawabannya benar,dan itulah yang sudah dilakukan di sejumlah negara: misalnya memungut zakat, menentukan 1 Ramadan dan 1 Syawal, dst. Jadi, syariat Islam sudah bisa berjalan saat ini tanpa harus ada khilafah.

Lha wong kita sholat, puasa, sekolah, makan, bekerja, menikah, dst adalah bagian dari syariat Islam dan kita bisa menjalaninya meski tidak ada khilafah dalam arti SPI. Kita menjalaninya karena pemimpin kita membebaskan kita melakukan itu semua. Kita tidak dilarang menjalankannya.

Di saudi Arabia, tanpa ada khilafah sekalipun hukuman potongan tangan (hudud) sudah diberlakukan. Bukan berarti saya setuju dg penerapan hudud ini. Saya hanya ingin menunjukkan tanpa khilafah (baca: SPI) maka syariat Islam juga bisa diterapkan.

7. Apa lagi letak keberatan anda thd ide mendirikan khilafah?

Kalau khilafah berdiri maka dunia ini tidak akan damai. Perang terus menerus. Para pejuang khilafah menerima saja mentah-mentah Hadis yang mengungkapkan 3 langkah dlm berurusan dengan non-muslim:

1. ajak mereka masuk Islam
2. kalau mereka enggan, suruh mereka bayar jizyah
3. kalau enggan masuk Islam dan enggan bayar jizyah, maka perangilah mereka.

Kalau Indonesia sekarang berubah menjadi khilafah, maka Singapore, Thailand, Philipine dan Australia akan diajak masuk Islam, atau bayar jizyah, atau diperangi. Masya Allah!

Simak cerita Dr. Jeffrey Lang di bawah ini (yang diceritakan ulang oleh Dr Jalaluddin Rakhmat):

Kira-kira dua bulan setelah saya masuk Islam, mahasiswa-mahasiswa Islam di universitas tempat saya mengajar mulai mengadakan pengajian setiap Jumaat malam di masjid universitas. Ceramah kedua disampaikan oleh Hisyam, seorang mahasiswa kedokteran yang sangat cerdas yang telah belajar di Amerika selama hampir sepuluh tahun. Saya sangat menyukai dan menghormati Hisyam. Dia berbadan agak bulat dan periang, dan mukanya tampak sangat ramah. Dia juga mahasiswa Islam yang sangat bersemangat.

Malam itu Hisyam berbicara tentang tugas dan tanggungjawab seorang Muslim. Dia berbicara panjang lebar tentang ibadah dan kewajiban etika orang yang beriman. Ceramahnya sangat menyentuh dan telah berjalan kira-kira satu jam ketika dia menutupnya dngan ucapan yang tidakdisangka-sangka berikut ini.

"Akhirnya, kita tidak dapat lupa - dan ini benar-benar penting – bahwa sebagai orang Muslim, kita wajib untuk merindukan, dan ketika mungkin berpartisipasi di dalamnya, yakni menggulingkan pemerintah yang tidak Islami - di mana pun di dunia ini - dan menggantinya denganpemerintahan Islam."

"Hisyam!" Saya mencela. "Apakah anda bermaksud mengatakan bahwa warga negara Muslim Amerika harus melibatkan diri dalam penghancuran pemerintah Amerika? Sehingga mereka harus menjadi pasukan kelima di Amerika; suatu gerakan revolusioner bawah tanah yang berusahauntuk menggulingkan pemerintah? Apakah yang kamu maksudkan adalah jika seorang Amerika masuk Islam, dia harus melibatkan diri dalam pengkhianatan politik?!"

Saya berfikir begitu dengan maksud memberikan Hisyam suatu skenario yang sangat ekstrem, sehingga dapat memaksanya untuk melunakkan atau merubah pernyataannya. Dia menundukkan pandangannya ke lantai sementara dia merenungi pertanyaan saya sebentar. Kemudian dia menatap saya dengan suatu ekspresi yang mengingatkan saya terhadap seorang doktor yang hendak menyampaikan khabar kepada pesakitnya bahwa tumornya adalah tumor berbahaya. "Ya," dia berkata, "Ya, itu benar."

Dr. Jeffrey Lang, muslim Amerika yang juga profesor matematik di Universitas Kansas, menceritakan pengalaman di atas untuk menunjukkan betapa "absurdnya" gagasan mendirikan negara Islam bagi orang Islam di Amerika. "Bagi mereka, ide bahwa kaum Muslim – menurut agama mereka -berkewajiban untuk menyerang negara-negara yang tidak agresif seperti Swiss, Brzail, Ekuador atau jika mereka tidak mau tunduk kepada Islam sangat tidak masuk akal," kata Dr. Lang selanjutnya. Anehnya, di mana saja Dr. Lang menemukan wacana negara Islam ini dikemukakan, baik di meja diskusi ilmiah maupun di medan perang.

Sekian kutipan dari Dr Jeffrey Lang.

Kalau kita sekarang nggak suka dengan doktrin pre-emptive strikenya Bush, maka sebenarnya kalau sekarang khilafah berdiri, maka khilafah itu juga memiliki doktrin yang sama. Sungguh mengerikan.

Hadis di atas telah diplintir maknanya sedemikian rupa sehingga khilafah akan menjadi monster yang memaksa negara sekitarnya utk memeluk Islam dg cara diperangi. Inilah salah satu keberatan saya dg
ide mendirikan kembali khilafah.

8. Saya heran dengan anda. CIA saja sudah bisa memprediksi bahwa khilafah akan berdiri pada tahun 2020. Kalau musuh-musuh islam saja percaya dengan hal ini, bagaimana mungkin anda sebagai Muslim malah tidak mendukung berdirinya khilafah?

Biar nggak Ge-Er, kawan-kawan yang pro-khilafah coba baca baik-baik laporan lengkapnya di sini: www.foia.cia. gov/2020/ 2020.pdf

Intinya, CIA membuat 4 skenario FIKTIF sbg gambaran situasi tahun 2020. Khilafah itu hanya satu dari empat skenario fiktif tsb. Jadi jangan diplintir seolah-olah CIA mengatakan khilafah akan berdiri tahun 2020 :-)

Possible Futures

In this era of great flux, we see several ways in which major global changes could take shape in the next 15 years, from seriously challenging the nation-state system to establishing a more robust and inclusive globalization. In the body of this paper we develop these concepts in four fictional scenarios which were extrapolated from the key trends we discuss in this report. These scenarios are not meant as actual forecasts, but they describe possible worlds upon whose threshold we may be entering, depending on how trends interweave and play out:

Davos World " illustrating "how robust economic growth, led by China and India, … could reshape the globalization process";

Pax Americana " "how US predominance may survive the radical changes to the global political landscape and serve to fashion a new and inclusive global order";

A New Caliphate" "how a global movement fueled by radical religious identity politics could constitute a challenge to Western norms and values as the foundation of the global system"; and

Cycle of Fear" proliferation of weaponry and terrorism "to the point that large-scale intrusive security measures are taken to prevent outbreaks of deadly attacks, possibly introducing an Orwellian world."

(The quotes are from the report's executive summary.)

Of course, these scenarios illustrate just a few of the possible futures that may develop over the next 15 years, but the wide range of possibilities we can imagine suggests that this period will be characterized by increased flux, particularly in contrast to the relative stasis of the Cold War era. The scenarios are not mutually exclusive: we may see two or three of these scenarios unfold in some combination or a wide range of other scenarios.

Yang menarik, laporan itu juga menyebut-nyebut soal Indonesia lho. Ini prediksi mereka:

"The economies of other developing countries, such as Brazil, could surpass all but the largest European countries by 2020; Indonesia's economy could also approach the economies of individual European countries by 2020."

Lalu apa yang akan terjadi dengan Amerika (menurut laporan tsb):

"Although the challenges ahead will be daunting, the United States will retain enormous advantages, playing a pivotal role across the broad range of issues --economic, technological, political,and military-- that no other state will match by 2020."

Jadi, dari skenario fiktif yg mereka susun, Amerika tetap saja jaya. Kerjaan CIA kan ya memang begitu...kok bisa-bisanya kawan-kawan pejuang pro-khilafah percaya sama CIA. Bukankah prestasi terbesar CIA adalah saat mengatakan di Iraq ada weapon of mass destruction (WMD)? Kita tahu ternyata WMD memang fiktif belaka. Yah jangan-jangan khilafah juga bakalan bernasib sama: fiktif.

18 Januari, 2008

Artikel: Perdagangan Derivatif

PERDAGANGAN DERIVATIF:

Menguntungkan atau merugikan?

Oleh: Muhamad Nahdi

Latar Belakang

Pengertian Derivatif (derivatives) secara umum adalah sebuah instrumen keuangan (financial instrument) yang nilainya diturunkan atau didasarkan pada nilai dari aktiva, instrument, atau komoditas yang lain. Definisi ini bisa didapat di berbagai situs di internet maupun buku-buku teks. Secara ringkas, bisa dikatakan bahwa derivative hanya ada kalau aktiva, instrumen, atau komoditas lain sebagai instrumen utamanya ada. Contoh dari derivatif adalah opsi right.

Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh sebagai berikut: ada seorang pengusaha impor kopi yang bisa membeli opsi right dengan harga tertentu untuk membeli kopi dari Brasil dengan kurs yang sudah ditetapkan sebelumnya, misal Rp9.500/USD, yang akan dibayarkan 6 bulan kemudian. Opsi ini bisa dieksekusi atau tidak tergantung dari situasi yang dihadapi pengusaha tersebut 6 bulan kemudian. Kalau kurs pada waktu 6 bulan kemudian ternyata Rp8.500/USD, maka akan lebih menguntungkan bagi pengusaha tersebut untuk tidak mengeksekusi opsi right-nya karena kurs pasar lebih murah. Namun, pengusaha tersebut menderita kerugian karena telah mengeluarkan uang untuk membeli opsi right 6 bulan sebelumnya. Sedangkan apabila sebaliknya yang terjadi, misal kurs 6 bulan kemudian adalah 1 USD=Rp 10.500, maka pengusaha tersebut bisa mengeksekusi opsi right yang dimilikinya karena kurs opsi lebih murah.

Selain pengertian derivative, ada satu istilah yang berkaitan erat dengan derivative yaitu “manajemen risiko”. Manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai proses keseluruhan untuk mengidentifikasi, mengendalikan, dan meminimalkan pengaruh dari ketidakpastian suatu kejadian. Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan dan untuk meminimalkan kerugian Keuangan (financial losses) yang mungkin timbul akibat suatu transaksi bisnis. Jika dikaitkan dengan contoh di atas, maka bisa dikatakan bahwa pengusaha tersebut berusaha meminimalkan kerugian akibat fluktuasi kurs dengan membeli opsi right. Kerugian maksimal yang mungkin ditanggung oleh pengusaha tersebut adalah sejumlah harga opsi right-nya yaitu dalam situasi kurs Rupiah menguat.

Banyak perusahaan, khususnya di dunia perbankan, yang bangkrut atau mengalami kesulitan Keuangan akibat melakukan transaksi dengan menggunakan instrument derivative. Kasus yang paling terkenal mungkin adalah bangkrutnya bank dagang tertua di Inggris, Barings, pada tahun 1995. Bank Barings dinyatakan bangkrut setelah ekuitasnya gagal menutupi kerugian sejumlah USD 1 milyar akibat perdagangan derivative yang dilakukan oleh salah seorang pegawainya, Nick Leeson. Kasus lainnya adalah krisis Keuangan yang dialami oleh National Australian Bank (NAB) pada Januari 2004 yang juga diakibatkan oleh transaksi derivative yang tidak bijak. Menurut sebuah laporan independent dari PriceWaterhouseCoopers (PwC) tentang kasus tersebut, kerugian yang diderita oleh NAB akibat transaksi derivative antara September 2003 sampai Januari 2004 mencapai USD 360 juta.

Berdasarkan hal tersebut di atas, timbul beberapa pertanyaan yang mungkin mengusik para pemain di pasar uang mengenai perdagangan derivative:

  1. Apakah perdagangan derivative menguntungkan atau merugikan bagi perusahaan?
  2. Masih bermanfaatkah penggunaan derivative oleh perusahaan sebagai bagian dari manajemen risiko?

Kedua pertanyaan mendasar ini perlu dicarikan jawabannya karena dengan mulai ramainya perdagangan derivative, para pemain di pasar derivative harus lebih berhati-hati dan me.

Solusi

Para pakar Keuangan terpecah menjadi dua dalam hal perdagangan derivative. Beberapa mengatakan bahwa perdagangan derivative berguna dan menguntungkan pemegang saham, namun ada pula yang masih mempertanyakan manfaat dari perdagangan derivative.

Walmsley (1998) percaya bahwa paling tidak ada empat kegunaan derivative yaitu: pengalihan risiko (risk tansfer), peningkatan likuiditas (liquidity improvement), penciptaan kredit (credit creation), dan penciptaan ekuitas (equity creation). Dengan menggunakan derivative maka investor atau pengusaha dapat mengalihkan risiko keuangannya karena mereka telah melindungi diri dari ketidakpastian (hedging the risk). Karena derivative dapat dengan mudah diperdagangkan di pasar uang, maka derivative dipercaya sebagai instrument yang likuid (mudah cair) karena investor atau pengusaha dapat meng-uang-kan derivative di pasar uang dengan relative cepat di kala mereka membutuhkan uang. Derivatif juga dapat menciptakan kredit dan ekuitas karena instrument derivative memperluas sumber kredit dan ekuitas dengan menciptakan jenis kredit dan ekuitas yang baru. Walmsley menegaskan bahwa manfaat penciptaan kredit dan ekuitas ini timbul karena investor dan pengusaha memiliki lebih banyak instrument Keuangan yang bisa dipilih.

Meskipun Walmsley mengakui bahwa ada juga kelemahan dari derivative, seperti bisa menimbulkan ketidakstabilan, tapi Walmsley berkesimpulan: “On balance, however, the innovations that have been made are almost certainly beneficial for the system as a whole” yang terjemahannya kurang lebih adalah bahwa secara umum derivative yang ada sebagai inovasi instrument Keuangan dapat dipastikan akan menguntungkan untuk sistem (keuangan) secara keseluruhan.

Karimova (2002) juga sependapat dengan Walmsley tentang manfaat derivative. Menurutnya tujuan utama dari derivative adalah untuk melindungi perusahaan dalam melakukan transaksi bisnis. Tujuan yang diungkapkan oleh Karimova ini dikenal dengan istilah pemagaran (hedging). Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa perusahaan yang menggunakan hedging dalam melakukan transaksi bisnisnya akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan atau berhenti menggunakan hedging.

Di sisi lain, Stout (1996) masih meragukan manfaat perdagangan derivative. Menurutnya perdagangan spekulatif derivative bisa sangat merusak bagi investor dan pemegang saham karena dapat mengikis laba perusahaan dengan cepat. Stout menjelaskan bahwa: “disagreement-based trading in derivatives, like gambling, is a negative-sum game that erodes the wealth and increases the risks of the average player who indulges in it” yang terjemahan bebasnya adalah bahwa ketidaksetujuan atas perdagangan derivative, seperti halnya atas perjudian, adalah adanya negative-sum game (yaitu suatu permainan dimana tidak ada satu pihak pun yang menang) yang akan mengikis kekayaan perusahaan sekaligus meningkatkan risiko keuangan bagi pemain yang terlibat di dalamnya.

Stout juga berpendapat bahwa perdagangan spekulatif derivative adalah lebih berbahaya daripada perjudian karena para pemainnya menempatkan jumlah uang yang besar untuk dipertaruhkan dimana uang tersebut adalah bukan milik para pemain melainkan milik pihak ketiga seperti dana pension, pemegang deposito, dan pemegang saham. Dalam situasi ekonomi seperti ini, para pelaku di pasar derivative dihadapkan pada tingginya tingkat ketidakpastian yang dapat membawa kehancuran pada karir mereka dan perusahaan. Oleh karenanya, Stout tetap meragukan apakah pasar derivative yang berkembang dengan pesat ini adalah pasar asuransi ataukah perjudian.

Evaluasi Solusi

Dengan mendasarkan pada argumentasi antara yang pro dan kontra terhadap perdagangan derivative, bisa ditarik kesimpulan bahwa saat ini paling tidak ada dua tujuan utama dari perdagangan derivative yaitu perlindungan (hedging) dan spekulasi.

Penulis percaya bahwa pada awalnya derivative timbul dengan tujuan untuk melindungi perusahaan dari ketidakpastian atau fluktuasi ekonomi akibat dilakukannya transaksi bisnis. Dengan kata lain, tujuan utama derivative pada awalnya adalah untuk hedging. Hal ini berarti perusahaan dapat mengurangi risiko dari transaksi bisnis dengan mematok hal-hal tertentu (benchmark) seperti kurs sehingga jika suatu saat nanti terjadi fluktuasi yang tajam atas benchmark (misalnya kurs) kondisi Keuangan perusahaan akan tetap stabil karena telah dipatok sebelumnya. Oleh karenanya perusahaan dapat memfokuskan sumber dayanya untuk aktivitas lain yang lebih berguna daripada sekadar berkonsentrasi mengawasi fluktuasi benchmark.

Krisis ekonomi di dunia, khususnya di Indonesia, tahun 1997 memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi para pelaku ekonomi tentang kebijakan hedging. Di saat kurs rupiah terhadap USD terjun bebas dari sekitar 1 USD=Rp2.500 ke 1 USD=Rp 11.000 – Rp15.000, banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki hutang luar negeri dalam bentuk USD mengalami krisis keuangan karena nilai hutangnya melonjak hingga 6 kali lipat sehingga jumlah bunga yang harus dibayar membengkak. Sementara itu, perusahaan yang melakukan hedging atas kurs hutang luar negerinya selamat karena mereka tidak perlu membayar bunga hutang dengan kurs pasar saat itu melainkan cukup membayar bunga sesuai dengan kurs yang telah disepakati pada saat transaksi hedging sebelum terjadinya krisis.

Di sisi lain dapat dilihat bahwa saat ini tidak sedikit pemain di pasar uang yang melakukan perdagangan derivative dengan tujuan untuk mencari keuntungan yang luar biasa besar dalam jangka waktu yang pendek (spekulasi). Perusahaan yang melakukan spekulasi di perdagangan derivative bisa saja meraih keuntungan yang luar biasa besar dalam waktu yang singkat, seperti halnya yang terjadi pada Bank Barings sebelum bangkrut. Namun, perusahaan juga bisa mengalami kerugian yang sangat besar dalam waktu yang singkat akibat berspekulasi di pasar derivative. Dengan kata lain, uang yang berasal dari perdagangan derivative adalah “easy come, easy go” sama halnya seperti dalam perjudian.

Selain itu, seringkali perusahaan tidak mengungkapkan hal ini kepada pemegang saham karena pada saat perusahaan menangguk keuntungan yang besar dari perdagangan spekulatif derivative biasanya pemegang saham tidak menanyakan atau tidak perduli dari mana datangnya keuntungan besar tersebut. Pemegang saham biasanya baru menyadari adanya perdagangan spekulatif derivative yang berisiko besar jika perusahaannya menanggung rugi akibat perdagangan derivative tersebut.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perdagangan derivative untuk tujuan perlindungan (hedging) sebaiknya diterapkan oleh perusahaan sebagai strategi manajemen risiko dalam situasi ekonomi yang diliputi ketidakpastian sehingga dapat terhindar dari kerugian keuangan akibat fluktuasi ekonomi yang terjadi. Meskipun ada biaya yang harus dibayar oleh perusahaan untuk melakukan hedging, namun adanya kepastian yang ditimbulkan oleh hedging akan membuat perusahaan bisa beroperasi dengan lebih efektif.

Sebaliknya, perdagangan spekulatif derivative dalam situasi ekonomi yang tidak pasti bukanlah langkah yang bijak bagi perusahaan karena risiko yang dihadapi cukup besar. Manajemen perusahaan juga harus menyadari bahwa uang yang digunakan untuk berspekulasi di pasar derivatif bukanlah uang mereka melainkan uang milik pemegang saham.

Dalam situasi ekonomi yang stabil, strategi hedging tetap bisa diterapkan oleh perusahaan untuk berjaga-jaga seandainya terjadi ketidakstabilan moneter di luar perkiraan para ekonom dan pelaku pasar uang. Jika perusahaan merasa bahwa situasi ekonomi cukup aman untuk melakukan perdagangan spekulatif derivative maka kebijakan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan tetap harus memperhitungkan risiko terburuk sehingga bila terjadi kerugian tidak akan mengganggu kestabilan keuangan perusahaan. Untuk itu, jumlah uang yang akan “dimainkan” di pasar derivative dengan tujuan spekulasi harus dijaga seminimal mungkin.

Sebagai penutup akan penulis kutipkan pendapat, atau tepatnya ramalan, Walmsley (1998) mengenai timbulnya berbagai jenis instrument keuangan yang baru: “There will be financial disaster in the future because of the unwise use of financial innovations” yang terjemahannya kurang lebih: “Akan terjadi bencana keuangan di masa depan yang diakibatkan oleh penggunaan instrument keuangan yang tidak bijak”.

By: Muhamad Nahdi, February 2007

16 Januari, 2008

Naruto: My daughter's favorite anime movie


Ya, sesuai dengan judulnya, kali ini saya mau cerita tentang anak pertama saya (Neyra, 5,5 tahun) yang suka banget nonton Naruto. Kalo udah jam 18.30, pasti dia stand-by di depan TV dan gak bisa diganggu gugat deh...

Memang, saya sendiri penggemar film-film kartun jepang mulai dari jaman saya SD dulu (inget gak ama VOLTUS?) sampai NARUTO pun saya mengikuti ceritanya. Rupanya kesukaan saya pada film kartun jepang diikuti oleh Neyra yang sekarang ini lagi ngefans banget ama Naruto.

Tokoh favorit Neyra di Naruto, sebagai anak perempuan, udah pasti jatuhnya ke UCHIHA SASUKE. Kalau udah ada Sasuke nongol di film Naruto, Neyra udah kaya cacing kepanasan sambil teriak-teriak. Selain itu, Neyra juga suka merhatiin banget detil dari tiap karakter di Naruto sampai-sampai dia hapal banget ciri-ciri tokoh utama dari Naruto mulai dari Naruto, Sakura, Sasuke, Jiraiya, Gaara, dll. Sebenarnya ada satu lagi tokoh favorit Neyra di Naruto yaitu Niji (gak tau spelling-nya nih) yang ciri khasnya adalah rambut panjang dan pakaian putih.

Bukan hanya tokoh-tokohnya saja yang Neyra apal banget, soundtrack film seri-nya baik itu pembuka maupun penutup dia apalin tuh meskipun gak tau bahasa jepang. Inilah hebatnya film seri kartun Jepang, bagi para penggemar Voltus pasti masih inget kan lagu pembuka dan penutup film seri Voltus? Demikian juga dengan Naruto, sampai-sampai soundtrack-nya juga enak didengar...

Memang, Naruto itu mengasyikkan untuk ditonton kok...

15 Januari, 2008

Puisi : Koda

K o d a

Lilin itu tertiup angin lalu

Apinya bakar apa saja di dekatnya

Aku berusaha menyiramnya

Api semakin ganas

Aku berlari tak ingat waktu

Api berakhir di air, aku berlari di air

Air dingin sentuh mata hatiku

Beberapa teman biarkan diri dibakar api

Dan jadi abu….

Aku jadi saksi atas upacara kematian

Dan anginpun berhenti bertiup pandangi lilin

Yang meleleh dan akhirnya membeku

Dingin….

Aku kembali seperti dahulu

Menjaga lilin tidak mati

Semoga…

Bandung, September 1990


Puisi : Balada Aku

Balada Aku

Matahari-matahari

Bintang-bintang

Bulan-bulan

Semua harapan

Tambah tampan,

Mereka-mereka

Kamu-kamu

Aku-aku

Semua mati

Tanpa nabi.

Bandung, Juli 1990


Puisi : Perjuangan

Perjuangan

Bulanku bercahaya walau redup

Tapi perlahan-lahan sinar itu….

Ah….Aku tak jelas…!!

P a d a m

Tiba-tiba sedikit cahaya menembus bola mataku

terbuka….

Sebuah matahari muncul di kelabunya awan

Asaku bangkit, aku bangkit

Dia tersenyum padaku dan ah…

Ada sedikit bahagia dalam jiwaku

Dia siapkan busur dan anak panah

Ia panah bulanku….

Kena !!

Darah hitam mengalir kental

Bulanku sekarat dan sempat bertaubat

Darah itu semakin mengental

dan bulanku meninggal….

Entah mengapa aku tidak menyesal

Ia ajakku tinggalkan bulanku

hadapi hari-hari penuh pengorbanan dan perjuangan

Aku berjalan di atas jalan-Nya

Bandung, Maret 1990


08 Januari, 2008

Joke dari Gus Dur (2)

Siapa yang Paling Berani

Di atas geladak kapal perang US Army tiga pemimpin negara sedang "berdiskusi" tentang prajurit siapa yang paling berani. Eh kebetulan di sekitar kapal ada hiu-hiu yang sedang kelaparan lagi berenang mencari makan ...

Bill Clinton: Kalau Anda tahu ... prajurit kami adalah yang terberani di seluruh dunia ... Mayor .. sini deh ... coba kamu berenang keliling ini kapal sepuluh kali.

Mayor: (walau tahu ada hiu) siap pak, demia "The Star Spangled Banner" saya siap ,,, (akhirnya dia terjun dan mengelilingi kapal 10 kali sambil dikejar hiu).

Mayor: (naik kapal dan menghadap) Selesai pak!!! Long Live America!!

Clinton: Hebat kamu, kembali ke pasukan!

Koizumi: (tak mau ketinggal, dia panggil sang sersan) Sersan! Menghadap sebentar (sang Sersan datang) ... coba kamu keliling kapal ini sebanyak 50 kali ... !

Sersan: (melihat ada hiu ... glek ... tapi) for the queen I'am ready to serve!!! (pekik sang sersan, kemudian membuka-buka baju lalu terjun ke laut dan berenang keliling 50 kali ... dan dikejar hiu juga).

Sersan: (menghadap sang perdana menteri) GOD save the queen!!!

Koizumi: Hebat kamu ... kembali ke tempat ... Anda lihat Pak Clinton ... Prajurit saya lebih berani dari prajurit Anda ... (tersenyum dengan hebat ...)

Gus Dur: Kopral ke sini kamu ... (setelah dayang ...) saya perintahkan kamu untuk terjun ke laut lalu berenang mengelilingi kapal perang ini sebanyak 100 kali ... ok?

Kopral: Hah ... Anda gila yah ...! Presiden nggak punya otak ... nyuruh berenang bersama hiu ... kurang ajar!!! (sang Kopral pun pergi meninggalkan sang presiden ...)

Gus Dur: (Dengan sangat bangga) Anda lihat Pak Clinton dan Pak ... Cumi Cumi ... kira-kira siapa yang punya prajurit yang paling BERANI!!! ... Hidup Indonesia ... !!! (mbs)

sumber: www.okezone.com / humor gus dur



Joke dari Gus Dur (1)

Ho ... oh!

Seorang ajudan Presiden Clinton dari Amerika lagi jalan-jalan di Jakarta. Karena bingung dan tersesat, dia kemudian bertanya kepada seorang penjual rokok, "Apa betul ini Jalan Sudirman?" " Ho ... oh!" jawab si penjual rokok.

Karena bingung dengan jawaban tersebut dia kemudian bertanya lagi kepada seorang Polisi uyang sedang mengatuyr lalu lintas "Apa ini Jalan Sudirman?" di jawab oleh Polisi "Betul!"

Karena bingung mendapat jawaban yang berbeda akhirnya dia bertanya kepada Gus Dur yang waktu itu kebetulan melintas bersama ajudan setianya, "Apa ini Jalan Sudirman?" dijawab oleh Gus Dur "Benar!"

Bule itu semakin bingung saja karena mendapat tiga jawaban yang berbeda. Lalu akhirnya dia bertanya kepada Gus Dur lagi mengapa waktu tanya tukang rokok dijawab "Ho ... oh!" lalu tanya Polisi dijhawab "Betul!" dan yang terakhir dijawab Gus Dur dengan kata "Benar!"

Gus Dur tertegun untuk sejenak lalu dia berkata "Ooh begini, kalau Anda bertanya kepada tamatan SD maka jawabannya adalah Ho ... oh, kalau yang bertanya kepada tamatan SMA maka jawabannya adalah betul, sedangkan kalau yang bertanya kepada tamatan Universitas maka jawabannya adalah benar!" Ajudan Clinton itu mengangguk dan akhirnya bertanya, "Jadi Anda ini adalah seorang sarjana?"

Dengan spontan Gus Dur menjawab, "Ho ... oh!" (mbs)

sumber: www.okezone.com/humor gus dur

Artikel: Era Baru Pengelolaan Kekayaan Negara di Indonesia

ERA BARU PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA DI INDONESIA

Ingatlah, kalau jalan Anda terasa berat, itu tandanya Anda sedang mendaki naik. Sebaliknya, kalau jalan Anda lancar dan enak, berhati-hatilah karena itu pertanda Anda sedang menurun – Rhenald Kasali

Oleh : Muhamad Nahdi

Indonesia sedang menuju era baru dalam pengelolaan kekayaan Negara melalui antara lain diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah dan dibentuknya unit kerja baru di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia yang khusus menangani pengelolaan kekayaan Negara yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Mampukah Indonesia membenahi centang perenangnya pengelolaan Kekayaan Negara Indonesia dengan adanya perubahan ini?

Kekayaan Negara Indonesia

Ruang lingkup kekayaan negara di Indonesia secara umum meliputi dua hal yaitu: barang yang “dimiliki” negara (domein privat) dan barang yang “dikuasai” negara (domein publik). Kedua domein tersebut bersumber dari UUD 1945. Untuk domein privat bersumber dari pasal 23 UUD 1945 sedangkan domein publik dari pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Yang dimaksud dengan barang “milik” negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau perolehan lain yang sah (pasal 1 PP nomor 6 tahun 2006) sedangkan barang “dikuasai” negara adalah bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 ayat (3) UUD 1945).

Memandang cakupan dari kekayaan negara yang begitu luas, dapat dipahami bahwa pengelolaan kekayaan negara Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tidaklah mudah. Namun, hal ini tidak bisa dijadikan sebagai alasan gagalnya pengelolaan kekayaan negara di masa lalu.

Upaya yang telah dilakukan sebelum terbitnya PP nomor 6 tahun 2006 dirasakan masih belum berhasil menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan pengelolaan barang “milik” negara. Apalagi kalau bicara mengenai barang “ dikuasai” negara yang belum dikelola dengan baik sehingga negara Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam tapi sebagian besar rakyatnya masih miskin.

Sebenarnya, potensi kekayaan negara Indonesia yang sangat besar dan beragam menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat berpotensi untuk memimpin Asia di bidang ekonomi seandainya saja seluruh kekayaan negara tersebut dikelola dengan baik. Namun, akibat salah kelola maka Indonesia terpuruk dan mengalami kesulitan untuk bangkit kembali.

Masalah Kekayaan Negara di Indonesia

Indonesia adalah negara yang dilimpahi dengan kekayaan yang melimpah ruah, terutama kekayaan sumber daya alamnya. Bandingkan saja dengan negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura yang sumber daya alamnya lebih sedikit dibandingkan Indonesia. Namun, mengapa mereka bisa lebih maju daripada Indonesia? Banyak faktor yang menyebabkan Indonesia ketinggalan. Salah satu hal yang kerap dituding sebagai penyebabnya adalah kacaunya pengelolaan Kekayaan Negara di Indonesia.

Kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan pada Desember 2002 merupakan satu bukti nyata kacaunya pengelolaan Kekayaan Negara kita. Lemahnya pengawasan dan kurangnya perhatian dari pemerintah dianggap sebagai biang dari lepasnya kedua pulau tersebut. Lemahnya posisi tawar pemerintah dalam pemberian konsesi pertambangan juga sering kali terjadi sehingga kekayaan alam kita lambat laun hancur dan dikeruk habis oleh negara lain sementara kompensasi yang diterima Indonesia tidaklah sebanding dengan kerusakan yang terjadi. Belum lagi kasus dimana kekayaan negara yang tidak jelas status hukumnya seperti kasus klaim dari pemerintah Cina atas sejumlah aset di Indonesia.

Jika dilakukan inventarisasi atas masalah-masalah yang menyangkut kekayaan negara sudah pasti akan menghasilkan sebuah buku tebal. Namun, semua masalah-masalah tersebut bisa disarikan menjadi sebagai berikut: belum adanya upaya inventarisasi seluruh aset Negara, inefisiensi pemanfaatan aset Negara, landasan hukum yang belum menyeluruh dan terpadu, lokasi yang tersebar dan hak penguasaan yang tidak jelas, koordinasi yang lemah, pengawasan yang lemah, konflik kepentingan, dan mudahnya penjarahan aset Negara.

Masalah-masalah tersebut sebagian besar merupakan akibat yang ditimbulkan oleh pengelolaan kekayaan Negara yang berantakan di masa yang lalu dimana pengelolaan atas aset Negara bersifat tertutup dalam pengertian adanya ketidakjelasan mengenai siapa pengelola aset Negara dan tidak jelasnya pemanfaatan atau pelepasan asset Negara. Selain itu, pengelolaan kekayaan Negara Indonesia pada masa lalu cenderung berpihak pada kepentingan bisnis dan pribadi semata sehingga aspek kepentingan publik terabaikan.

Manajemen Kekayaan Negara yang Baik

Secara umum, manajemen aset baik di perusahaan maupun Negara meliputi aktivitas: perencanaan (planning), perolehan (acquisition), pemanfaatan (utilization), dan penghapusan (disposal) (lihat gambar 1).

Gambar 1. Siklus Hidup Kekayaan Negara

Di dalam suatu manajemen aset yang baik, menurut buku “Asset Management: Advancing the State of the Art Into the 21st Century Through Public-Private Dialogue” yang diterbitkan oleh. Federal Highway Administration and the American Association of State Highway and Transportation Officials tahun 1996, keempat aktivitas tersebut dilaksanakan dengan berpegang pada tiga pilar utama yaitu:

1. Keputusan yang menyangkut manajemen aset harus didasarkan pada evaluasi atas alternatif-alternatif yang ada dengan mempertimbangkan total biaya yang dikeluarkan, manfaat, dan risiko dari aset tersebut. Contoh: Saat suatu unit kerja pemerintah memerlukan kendaraan dinas sebagai alat untuk melayani masyarakat, maka unit kerja tersebut harus mempertimbangkan semua alternatif pengadaan kendaraan dinas. Selama ini, sebagian besar pengadaan kebutuhan kendaraan dinas di unit kerja pemerintah adalah melalui “membeli” tanpa mempertimbangkan alternatif untuk “menyewa”. Seharusnya, unit kerja tersebut mempertimbangkan dengan cermat apakah lebih murah “membeli” atau “menyewa”. Jika setelah dipertimbangkan biaya dan manfaatnya ternyata lebih murah “menyewa” maka mengapa unit kerja tersebut harus melakukan “pembelian” kendaraan dinas?

2. Kepemilikan, pengendalian / pengawasan, pertanggungjawaban, dan pelaporan suatu asset harus ditata dengan jelas, dikomunikasikan kepada pengguna (stakeholders), dan diimplementasikan dengan baik. Jika pilar ini kokoh maka tidak akan ada lagi kasus lepasnya aset Negara kepada pihak-pihak yang sebenarnya tidak berhak maupun kasus kerugian yang dialami Negara akibat pelaporan nilai yang tidak wajar dalam neraca pemerintah.


3. Aktivitas manajemen aset harus berada di bawah kerangka kebijakan manajemen aset yang terintegrasi. Tanpa adanya kebijakan yang terintegrasi maka yang terjadi adalah upaya tambal-sulam kebijakan dari penguasa baru yang menggantikan kebijakan penguasa lama.

Beberapa ciri atau kriteria dari keberhasilan manajemen aset adalah:

1. Pengelola mengetahui barang atau aset apa saja yang dimiliki / dikuasainya.

2. Pengelola mengetahui berada di mana saja barang atau aset tersebut.

3. Pengelola mengetahui siapa yang bertanggung jawab dan memanfaatkan suatu aset tertentu.

4. Pengelola mengetahui bagaimana pemanfaatan dari setiap aset yang dimiliki / dikuasainya.

5. Pengelola mengetahui berapa nilai dari aset yang dimiliki / dikuasainya.

6. Pengelola melakukan review secara reguler atas semua aset yang dimiliki / dikuasainya apakah masih sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Sudahkah kekayaan negara di Indonesia di masa lalu dikelola sesuai dengan ketiga pilar utama tersebut sehingga keenam kriteria keberhasilan pengelolaan kekayaan negara dipenuhi? Nampaknya kegiatan pengelolaan kekayaan negara di Indonesia di masa lalu belum sepenuhnya sesuai dengan ketiga pilar tersebut sehingga masih saja terjadi masalah-masalah yang telah penulis kemukakan di atas.

Pengelolaan Kekayaan Negara di Indonesia

Tujuan utama pengelolaan kekayaan negara dimanapun adalah untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, kekayaan negara adalah alat bagi negara untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

Misi pengelolaan kekayaan negara yang baik harus memenuhi tiga kriteria yaitu: efisiensi pengeluaran, optimalisasi penerimaan, dan efektivitas pengelolaan. Efisiensi pengeluaran berarti setiap pengeluaran pemerintah untuk pengadaan aset negara harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan tidak di-markup sehingga tidak terjadi pemborosan APBN. Optimalisasi penerimaan berarti setiap kekayaan negara harus dapat menghasilkan penerimaan yang optimal untuk negara dan bukan sekadar membebani APBN. Sedangkan efektivitas pengelolaan berarti kekayaan negara sebagai alat negara berfungsi dan dikelola secara efektif sesuai dengan tujuannya yaitu sebagai alat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Ditinjau dari segi efisiensi pengeluaran, pengelolaan kekayaan negara di Indonesia bisa dianggap masih menyedihkan. Praktik markup yang tidak wajar atas nilai proyek-proyek pemerintah dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan bukan sesuatu yang tabu. Perencanaan pengadaan aset negara tidak dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan (needs analysis) yang mendalam.

Dari segi optimalisasi penerimaan bisa dilihat betapa minimnya sumbangan dari kekayaan negara terhadap APBN dibandingkan dengan potensi yang seharusnya bisa diterima oleh negara. Hal ini antara lain diakibatkan oleh masih belum diketahuinya nilai dari potensi kekayaan negara Indonesia sehingga pemerintah cenderung untuk percaya dengan nilai potensi yang disuguhkan oleh para investor meskipun sangat mungkin nilai tersebut sudah mendapatkan markdown sehingga jauh di bawah nilai potensi yang sesungguhnya.

Dipandang dari segi efektivitas pengelolaan dapat dirasakan bahwa pelayanan negara kepada masyarakat masih belum optimal. Bahkan pelayanan dasar (basic services) yang antara lain mencakup kesehatan dan pendidikan masih sangat kurang. Masyarakat Indonesia yang sudah mendapat pelayanan listrik baru 55 % saja, itupun masih byar-pet.

Berdasarkan indikasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pengelolaan kekayaan negara Indonesia masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat. Hal inipun disadari sepenuhnya oleh para pimpinan negeri ini sehingga berbagai upaya terus dilakukan untuk membenahi pengelolaan kekayaan Negara Indonesia.

Beberapa langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memecahkan masalah pengelolaan kekayaan Negara di Indonesia adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah dan meleburkan unit kerja pengelolaan kekayaan Negara yang selama ini berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) ke dalam Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Dengan terbitnya PP nomor 6 tahun 2006 diharapkan pengelolaan kekayaan Negara, khususnya Barang “Milik” Negara (BMN) dan Daerah, dapat dilakukan dengan lebih optimal, efisien, dan efektif. Meskipun PP tersebut masih perlu untuk direvisi di beberapa bagian, namun secara umum PP ini telah mengakomodasi hampir semua aspek pengelolaan kekayaan Negara yang baik sesuai dengan tiga pilar seperti yang tersebut di awal artikel ini. Untuk mencegah agar PP ini tidak menjadi “macan ompong” maka ada beberapa hal yang harus dilakukan:

1. Peraturan pelaksanaan dari PP tersebut harus segera diterbitkan sehingga tidak menimbulkan kegamangan dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengimplementasikan PP tersebut.


2. Sosialisasi dari PP tersebut maupun peraturan pelaksanaannya harus dilakukan dengan lebih intensif sehingga semua Satuan Kerja (Satker) di pemerintah pusat dan daerah sebagai ujung tombak pengelolaan kekayaan negara serta masyarakat dapat lebih memahami pentingnya pengelolaan kekayaan negara yang baik.

3. Pengawasan terhadap pelaksanaan PP ini harus lebih diperketat baik pengawasan intern maupun ekstern sehingga setiap penyimpangan dapat segera ditindaklanjuti.

Sementara itu, Menteri Keuangan cq. DJKN yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah sebagai “Penguasa” barang sesuai dengan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 maupun sebagai “Pengelola” barang sesuai dengan PP nomor 6 tahun 2006 harus bekerja keras guna mewujudkan harapan masyarakat akan terciptanya pengelolaan kekayaan negara yang lebih baik. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh DJKN agar harapan publik tersebut dapat terwujud dengan baik:

1. Tumbuhkan kesadaran bahwa tugas yang diemban oleh DJKN saat ini adalah tugas yang sangat berat sekaligus sangat penting. Seperti telah Penulis ungkap sebagai prolog dari tulisan ini, bilamana langkah terasa berat maka itu tandanya DJKN sedang mendaki ke tempat yang lebih tinggi.

2. Mengutip Rhenald Kasali (2005): “Tumbuhkan kesadaran bahwa setiap awal pasti sulit”. Pasti akan terasa sulit bagi DJKN untuk memulai pengelolaan kekayaan negara yang selama ini belum berjalan dengan baik. Namun, untuk mencapai langkah yang ke-seribu, harus dimulai dengan langkah pertama yang pasti berat. Kalau sudah biasa, maka masyarakat dapat menikmati manisnya kesuksesan pengelolaan kekayaan negara yang baik.

3. Perlunya kepemimpinan yang kuat dan dukungan dari segenap staf DJKN untuk berkomitmen memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat melalui pengelolaan kekayaan negara yang lebih baik.

Tahap Lanjutan

Setelah semua upaya tersebut, langkah lanjutan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi harapan masyarakat akan pengelolaan kekayaan negara yang baik? Seperti telah Penulis kemukakan di atas bahwa kekayaan negara bukan hanya mencakup “Barang Milik Negara” saja tapi meliputi juga “Barang Dikuasai Negara”.

Untuk itu, diperlukan suatu Undang-Undang (UU) yang merupakan induk dari pengelolaan kekayaan negara tanpa mengesampingkan Undang-Undang (UU) yang telah ada seperti UU nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan gas bumi, UU nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi, UU nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU nomor 19 tahun 2004 tentang Kehutanan, dan UU Energi yang baru saja disahkan oleh DPR. UU ini, katakanlah UU Pengelolaan Kekayaan Negara, berperan sebagai UU induk yang mengatur tentang pengelolaan “Barang Dikuasai Negara” secara umum sesuai dengan pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Dengan demikian, semua jenis kekayaan negara baik itu “milik” ataupun “dikuasai” negara sudah memiliki payung hukum yang kuat. Seandainya UU tersebut sudah terwujud maka langkah berikutnya adalah membenahi sektor Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan mengeksekusi UU tersebut. Seperti pepatah barat yang mengatakan bahwa yang menentukan keberhasilan adalah “The man behind the gun”, demikian juga dengan UU ini. UU ini hanya akan menjadi “macan kertas” kalau pelaksananya di lapangan “melempem”.

Satu hal yang seringkali terlupakan adalah peran serta masyarakat dalam keberhasilan pengelolaan kekayaan negara. Pemerintah perlu untuk melibatkan masyarakat dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran publik tentang pentingnya pengelolaan kekayaan negara. Peran aktif dari masyarakat sangat diperlukan terutama dalam hal pengawasan pengelolaan kekayaan negara sehingga tidak terjadi hal-hal seperti penjarahan aset negara.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, ada beberapa kesimpulan penting yang dapat Penulis ambil yaitu:

1. Kekayaan Negara adalah alat pemerintah untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

2. Pengelolaan Kekayaan Negara yang efisien, efektif dan optimal adalah kunci keberhasilan pemerintah dalam melayani masyarakat.

3. Landasan hukum yang kokoh dan terintegrasi sangat diperlukan untuk mengelola kekayaan negara sehingga tercipta kepastian hukum.

4. Kepemimpinan yang kuat dan dukungan dari staf pengelola kekayaan negara, khususnya DJKN, sangat dibutuhkan guna menjamin tercapainya tujuan pengelolaan kekayaan negara.

5. Dukungan dan peran aktif masyarakat juga ikut menentukan keberhasilan pengelolaan kekayaan negara.

== ooooooo ==

By: Muhamad Nahdi, July 2007


Referensi :

Better Practice Guide, Asset Management Handbook, 1996.

Asset Management: Advancing the State of the Art Into the 21st Century Through Public-Private Dialogue”. Federal Highway Administration and the American Association of State Highway and Transportation Officials , 1996.

Kasali, Rhenald. Change. Pustaka Gramedia Utama. 2005