Kewajiban Manusia adalah untuk Berusaha, Tapi hanya Tuhan-lah yang Menentukan Hasilnya.

26 November, 2008

Tugas ke Eropa I : London

Pada tanggal 17 November - 8 Desember 2008, saya bersama rekan-rekan dari DJKN dan Departemen Luar Negeri melakukan perjalanan dinas ke luar negeri, tepatnya ke Eropa yaitu London (Inggris), Kopenhagen (Denmark), Helsinki (Finlandia), Stockholm (Swedia), Oslo (Norwegia), dan Hamburg (Jerman).

Dalam pikiran pembaca blog ini mungkin terpikirkan "Wuah...asik banget tuh, bisa jalan-jalan ke Eropa...". Sekali lagi saya tegaskan ya, biar pada nggak salah paham nih, bahwa kami melakukan Perjalanan Dinas....bukan rekreasi, jadi turis, seminar, kursus, sekolah, apalagi cuma studi banding. Sebagian besar waktu kami (yah, kira-kira 95% lah) tersita untuk bekerja di dalam ruangan. Jadi, kalau saya ditanya nih: "Kota London itu seperti apa ya?", jawabannya adalah "setahu saya, London itu cuma KBRI doang"...he he...gitu lah kira-kira.

Waktu di London, kita bekerja sampai jam 12 malam (rata-rata) dan bahkan sempat "nginap" di ruang kerja kita di KBRI London. Bener-bener deh, capenya minta ampun. Walaupun demikian, pada malam terakhir kira-kira jam 8 malam kita sempat jalan-jalan ke Oxford Street di London cari oleh-oleh. Suhunya kira-kira 0 derajat celcius...ya, bener-bener 'nol' derajat. Dingin banget deh pokoknya...


Sebelum ke bandara (untuk menuju Kopenhagen), saya sempat foto-foto juga di depan Big Ben. Cuma sempat keliling London di hari terakhir doang, itupun cuma sekitar 30 menit dan langsung ke Bandara Heathrow untuk menaiki Scandinavian Air menuju ke Kopenhagen, tempat dimana pertama kalinya saya merasakan dan melihat hujan salju....tunggu aja ceritanya di Kopenhagen ya....

03 November, 2008

Artikel: Penilaian (Valuation) vs Perkiraan (Guesstimate)

PENILAIAN (Valuation) vs PERKIRAAN (Guesstimate)
Oleh : Muhamad Nahdi

“He’ll be out between four and eight weeks…but six weeks would be a good guesstimate” (David Mulder, quoted from The X-Files)

Pagi itu, di suasana kantor yang masih belum bersemangat, terdengar dering bunyi HP milik Bos Roh.
Bos Roh : “Halo Bos Bas..! Gimana kabar nih?”
Bos Bas : “Halo juga, alhamdulillah baek…mau nanya nih Bos Roh”
Bos Roh : “Iya, nanya apaan?”
Bos Bas : “Gini, saya lagi dapat tugas menilai nih”
Bos Roh : “terus?”
Bos Bas : “data pembandingnya dapat di pinggir jalan, sementara objek penilaiannya agak masuk ke dalam…yah, sekitar 1 km-an lah”
Bos Roh : “terus?”
Bos Bas : “nah, saya bingung nih mau adjustment-nya”
Bos Roh : “lah, bingung gimana?”
Bos Bas : “maksudnya mau berapa persen turunnya kalau di-adjust? Ada yang bilang 20%, tapi penilai lain bilang 7 %...yang bener yang mana bos?”
Bos Roh : “Yah, Bos Bas….gitu aja kok repot…make ‘feeling’ dong. Kira-kira menurut ente pasnya berapa gitu…”
Bos Bas : “gak bisa gitu dong Bos Roh, musti ada dasarnya !”
Bos Roh : “Masa gak bisa sih, Bos Bas kan udah hafal daerah itu…pake insting aja deh…lagian disitulah letak independennya seorang Penilai…”
Bos Bas : “Ya gak bisa lah, emangnya Penilaian itu ilmunya Mama Lauren….independensi dari mana Bos? Yang ada juga malah bias kemana-mana….”

* * * *

Dari ilustrasi tersebut diatas, dapat diambil beberapa pelajaran terkait dengan Penilaian. Pertama, Penilaian itu ternyata bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilaksanakan. Banyak unsur subyektifitas dari Penilai yang dapat mempengaruhi sehingga bukan tidak mungkin opini nilai yang dikeluarkan oleh Penilai menjadi bias. Kedua, Penilaian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang empiris. Oleh karenanya, sebagai syarat dari suatu ilmu pengetahuan, Ilmu Penilaian harus memiliki teori dan metode ilmiah yang dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris.

Berangkat dari pemikiran inilah, Penulis tergelitik untuk membahas lebih jauh mengenai Penilaian (valuation) dan Perkiraan (guesstimate). Sebenarnya Penulis belum menemukan istilah dalam Bahasa Indonesia yang tepat untuk pengganti kata “Guesstimate”, namun untuk mempermudah pemahaman maka Penulis menggunakan istilah “Perkiraan” sebagai pengganti istilah “Guesstimate” dengan pertimbangan untuk membedakan dengan istilah “Prakiraan” dan “Peramalan”. Beberapa pertanyaan yang hendak coba dijawab dalam tulisan ini adalah: Benarkah terdapat perbedaan yang signifikan dan mendasar diantara keduanya? Bagaimana caranya agar penilaian yang dilakukan oleh Penilai tidak jatuh ke dalam kategori “guesstimate”?


* * * *

Sebagai langkah awal, Penulis akan uraikan terlebih dahulu definisi penilaian dan perkiraan menurut referensi. Menurut kamus Merriam-Webster Online (www.merriam-webster.com) , pengertian penilaian (valuation) adalah:
“the estimated or determined market value of a thing”( perkiraan nilai pasar dari sesuatu).

Sedangkan pengertian perkiraan (guesstimate) menurut kamus yang sama adalah
“an estimate usually made without adequate information” (estimasi yang biasanya dibuat tidak berdasarkan informasi yang cukup).

Dari definisi yang lain (www.harrodsestates.com) ditemukan bahwa Penilaian adalah:
“an assessment of a property’s market value carried out by a recognised professional on behalf of a lender and/or the buyer, backed up with comparable evidence from recent sales of similar properties in similar locations.” (perkiraan nilai pasar dari suatu properti yang dilaksanakan oleh profesional yang diakui atas nama peminjam atau pembeli, yang didukung dengan bukti-bukti pembanding yang cukup dari properti sejenis di lokasi yang sejenis)

Dan Guesstimate menurut www.wordnet.princeton.edu adalah
“an estimate that combines reasoning with guessing” (Guesstimate adalah perkiraan yang menggabungkan antara nalar dengan menebak-nebak).

Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa “Penilaian” harus didukung dengan bukti-bukti data yang cukup (adequate) sehingga dapat dipertanggungjawabkan kewajarannya. Sementara itu, “Perkiraan” banyak mengandung unsur tebakan dan tidak didukung dengan bukti-bukti data yang cukup sehingga kewajarannya perlu dipertanyakan. Dengan demikian, pertanyaan mengenai apakah terdapat perbedaan yang signifikan dan mendasar mengenai Penilaian (Valuation) dan Perkiraan (Guesstimate) sudah terjawab yaitu: Jelas ada !! Tanpa didukung dengan data-data yang cukup dan metoda yang ilmiah maka suatu Penilaian (Valuation) akan turun derajatnya menjadi sekadar Perkiraan (Guesstimate).

* * * *

Selanjutnya pertanyaan yang harus dijawab bersama adalah: Bagaimana caranya agar penilaian yang dilakukan oleh Penilai tidak jatuh ke dalam kategori “guesstimate”? Syarat yang harus dipenuhi agar penilaian tetap bernilai ilmiah tinggi adalah setiap penilaian harus didukung dengan bukti-bukti data dan perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan kewajarannya secara profesional. Penilai tidak bisa terus menerus berlindung dibalik isu ‘subjektifitas’ atau ‘independensi’ hanya karena penilaian yang dilakukannya tidak memiliki dasar-dasar perhitungan dan bukti-bukti yang kuat.

Dalam dunia Penilaian internasional, sudah ada standar penilaian yang dikenal dengan nama International Valuation Standard (IVS). Di Indonesia sendiri sudah ada Standar Penilaian Indonesia (SPI) yang merupakan pegangan bagi penilai yang akan melakukan penilaian di Indonesia sehingga tetap sesuai dengan metode-metode penilaian yang telah ditetapkan. Namun, baik IVS maupun SPI hanya mengatur sebatas tatacara ataupun metode penilaiannya dan tidak mengatur lebih lanjut secara teknis mengenai penilaian.

Salah satu praktik internasional yang selama ini diadopsi untuk menjaga agar tingkat penilaian tidak jatuh kepada tingkat “guesstimate” adalah dengan membuat model ekonometrika yang didasarkan pada data-data yang berhasil dikumpulkan oleh Penilai. Adapun model penilaian yang boleh digunakan oleh Penilai hanyalah model penilaian yang sudah teruji dan secara ekonometrika terbukti modelnya valid dan dapat digunakan. Tanpa didukung dengan adanya model penilaian, seringkali Penilai di dunia internasional tidak berani mengeluarkan opini nilai karena model penilaian merupakan representasi dari kondisi pasar. Sebagai bukti, dapat Penulis kutipkan pendapat Marcia Bowden dari Australian Property Institute yang mengemuka dalam Kongres Penilai Real Estate Pan Pacific ke 24 di Korea tahun 2008, terkait dengan penilaian Bangunan Ramah Lingkungan (Green Building) sebagai berikut :

“While there is support for the theories in “valuing green”, the current Australian market factors make the theories hard to prove…As the “green” buildings in Australia are only a few years old the issue of tenant retention is yet to come to the fore – it is likely to be some 5 plus years before this theory will be tested.”

Dengan kata lain, Marcia Bowden hingga saat ini belum bisa menilai dan membuktikan apakah bangunan ramah lingkungan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada bangunan konvensional karena belum ada data yang cukup untuk membuat model penilaian dan melakukan penelitian terkait dengan bangunan ramah lingkungan. Praktik seperti ini sudah menjadi hal yang sangat dianjurkan dalam melakukan penilaian di dunia internasional.

Hal lain yang bisa dilakukan untuk menjaga agar Penilaian tetap dapat dipertanggungjawabkan kewajarannya adalah dengan melakukan standardisasi dalam hal penyesuaian nilai tanah. Hal ini sangat dibutuhkan untuk mengurangi terjadinya “guesstimate” yang dapat menimbulkan bias terhadap opini nilai yang dikeluarkan oleh seorang Penilai, seperti halnya yang terjadi dalam percakapan singkat di prolog tulisan ini. Sebagai contoh: dapat dibuatkan tabel penyesuaian yang diakibatkan oleh perbedaan lokasi objek penilaian dan objek pembanding dilihat dari jaraknya dengan jalan raya sebagai berikut :

Objek Penilaian dari Jalan Raya
Objek Pembanding 0 – 500 m >500 – 1000 m >1000 m
dari jalan raya
0 – 500 m dari jalan raya 0 s.d. - 5 % -5 s.d. -10 % -10 s.d. -15%
500 – 1000 m dari jalan raya 0 s.d. + 5% 0 s.d. - 5 % -5 s.d. -10 %
> 1000 m dari jalan raya + 5% s.d. +10% 0 s.d. +5% 0 s.d. - 5 %

Dengan adanya tabel penyesuaian seperti di atas maka bias-bias yang diakibatkan oleh penerapan angka penyesuaian yang berlebihan dapat dihindari. Selain itu, independensi dan judgment Penilai tetap diperhatikan dengan memberikan batasan (range) penyesuaian sehingga Penilai tetap memiliki kebebasan untuk menentukan angka penyesuaian yang paling tepat.

Untuk bisa menentukan tingkat penyesuaian dalam tabel tersebut diperlukan penelitian dan database penilaian yang baik sehingga validitas tabel tersebut dapat diuji secara ilmiah. Contoh tabel penyesuaian di atas juga harus disesuaikan dengan daerah masing-masing sehingga untuk tiap-tiap kota memiliki angka penyesuaian yang mungkin berbeda-beda.

* * * *

Bagaimana dengan penilaian di Indonesia? Penulis belum melakukan penelitian lebih lanjut mengenai apakah penilai di Indonesia menggunakan model penilaian atau tidak dalam melakukan penilaiannya. Namun, berdasarkan pengamatan penulis yang sangat terbatas, untuk lingkup DJKN hingga saat ini belum ada penilaian yang menggunakan model ekonometrika dalam penilaian properti. Demikian pula mengenai tabel penyesuaian nilai tanah yang hingga saat ini di DJKN masih belum terwujud. Hal ini, menurut hemat Penulis, lebih disebabkan oleh belum adanya database penilaian sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian sekaligus membuat model penilaian dan tabel penyesuaian dimaksud. Untuk itu, database penilaian harus diwujudkan terlebih dahulu apabila penilaian di DJKN tidak ingin sekadar disebut sebagai “guesstimate” alias tebak-tebakan.


========= OOO ==========

Referensi :

Bowden, Marcia. 2008. “Green Buildings”. The 24th Pan Pacific Congress of Real Estate Appraisers, Valuers and Counselors.
http:// www.merriam-webster.com
http:// www.harrodsestates.com
http:// www.wordnet.princeton.edu

By Muhamad Nahdi
October 2008