DUALISME PENANGANAN “INVESTASI PEMERINTAH” / “PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH” OLEH DEPARTEMEN KEUANGAN
Oleh: Muhamad Nahdi
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, disebutkan bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara memiliki kewenangan untuk menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi (pasal 7 ayat (2) huruf h). Hal ini kemudian dipaparkan lebih lanjut di dalam batang tubuh UU tersebut.
Pasal 41 ayat (2) UU nomor 1 tahun 2004 menyatakan bahwa bentuk investasi pemerintah dapat berupa saham, surat utang, dan investasi langsung yang untuk selanjutnya diatur dengan peraturan pemerintah. Sementara itu, dalam pasal 41 ayat (4) UU nomor 1 tahun 2004 tersebut disebutkan juga istilah “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat” yang bisa dilakukan kepada perusahaan negara/daerah/swasta untuk diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Jika dicermati lebih dalam maka menurut hemat Penulis pasal ini merupakan salah satu pasal yang ambigu karena bisa menimbulkan perbedaan penafsiran. Hal ini timbul karena tidak ada definisi yang jelas dalam UU ini tentang “Investasi pemerintah” dan “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat”. Bukankah “penyertaan modal” adalah salah satu bentuk “investasi pemerintah”?
Meskipun terdapat ambiguitas seperti tersebut di atas, pemerintah Indonesia menerbitkan 2 peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari UU ini, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah sebagai pelaksanaan amanat pasal 41 ayat (4) dan pasal 49 ayat (6) UU Nomor 1 tahun 2004;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 sebagai pelaksanaan amanat pasal 41 ayat (3) UU Nomor 1 tahun 2004.
Dalam PP nomor 6 tahun 2006 definisi dari “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah” adalah sebagai berikut (pasal 1 angka 19):
“Penyertaan Modal Pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara”
Sementara itu, definisi dari “Penyertaan Modal” tidak muncul dalam PP nomor 8 tahun 2007 dan baru terlihat dalam PP nomor 1 tahun 2008 sebagai berikut (pasal 1 angka 4):
“Penyertaan Modal adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas”
Adapun definisi dari “Investasi Pemerintah” terlihat dalam PP nomor 1 tahun 2008 adalah sebagai berikut (pasal 1 angka 1):
“Investasi pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang oleh pemerintah pusat dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya”
Dari ketiga definisi tersebut tampaklah titik persinggungan yang cukup nyata yaitu secara substantif ketiganya menyatakan bahwa ada peralihan baik dana ataupun barang milik negara dari pemerintah pusat kepada pihak lain sehingga pemerintah memiliki saham/modal di pihak lain tersebut. Titik persinggungan inilah yang akan penulis bahas dalam tulisan ini karena persinggungan ini terus berlanjut sampai kepada level operasional sehingga di dalam Departemen Keuangan terdapat dua unit / instansi yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang serupa terkait dengan “Investasi Pemerintah“ dan “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat”. Pertama-tama penulis akan menggambarkan mekanisme pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan terkait dengan “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat” sesuai dengan PP nomor 6 tahun 2006, kemudian akan dipaparkan mengenai mekanisme pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan terkait dengan “Investasi Pemerintah” sesuai dengan PP nomor 1 tahun 2008, dan baru akan penulis bahas lebih lanjut masalah yang timbul dan alternatif solusi yang bisa dilaksanakan.
Mekanisme Dalam PP Nomor 6 tahun 2006 tentang “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat”
Dalam batang tubuh PP Nomor 6 tahun 2006, ketentuan mengenai pelaksanaan “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat” diatur dalam pasal 62 – 66. Hal ini akan penulis gambarkan dalam matriks sebagai berikut:
| PP NOMOR 6 TAHUN 2006 | PASAL |
Tujuan | Dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja BUMN/D atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara/daerah. Keterangan : Hal ini secara tidak langsung serupa dengan tujuan dari “Investasi Pemerintah” yaitu untuk mendapatkan manfaat ekonomi, sosial, maupun manfaat lainnya | 62 |
Pelaksana | Pengelola Barang untuk Barang Milik Negara. Keterangan: Dalam PP ini, yang dimaksud dengan Pengelola Barang adalah Menteri Keuangan. Instansi di bawah Menteri Keuangan yang melaksanakan PP Nomor 6 tahun 2006 adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). | 63 |
Mekanisme Umum | Pengelola Barang melakukan penelitian dan pengkajian mengenai perlunya “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat”. Setelah itu, Pengelola Barang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Penyertaan Modal Pemerintah tersebut. Keterangan: Unit di dalam DJKN yang melaksanakan ini adalah Direktorat Barang Milik Negara II dan Direktorat Penilaian Kekayaan Negara cq. Sub Direktorat Penilaian Usaha. | 64 |
Matriks di atas menggambarkan dengan jelas bahwa Menteri Keuangan cq DJKN merupakan pelaksana dari “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat” sesuai dengan PP nomor 6 tahun 2006. Saat ini organisasi dan Tata Kerja DJKN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor: 131/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan.
Mekanisme Dalam PP Nomor 1 tahun 2008 tentang “Investasi Pemerintah”
Dalam batang tubuh PP Nomor 1 tahun 2008, ketentuan mengenai pelaksanaan “Investasi Pemerintah” diatur dalam beberapa pasal. Hal ini akan penulis gambarkan dalam matriks sebagai berikut:
| PP NOMOR 1 TAHUN 2008 | PASAL |
Maksud | Memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya | 2 ayat (1) |
Tujuan | Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. | 2 ayat (2) |
Pelaksana | Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara cq Badan Investasi Pemerintah Keterangan: BIP merupakan Badan Layanan Umum yang secara teknis dibina oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Departemen Keuangan dan secara administratif dibina oleh Sekjen Departemen Keuangan. | 10 3 ayat (4) 12 |
Mekanisme Umum | Menteri Keuangan melakukan perencanaan, pelaksanaan investasi, penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi, pengawasan, dan divestasi. | 9 |
Matriks di atas menyatakan dengan jelas bahwa Menteri Keuangan cq BIP merupakan pelaksana dari “Investasi Pemerintah” sesuai dengan PP nomor 1 tahun 2008. Saat ini BIP sudah diwujudkan dengan PMK nomor : 52/PMK.01/2007 tanggal 16 Mei 2007 tentang Pusat Investasi Pemerintah. Sebagai pelengkap, dalam pasal 3 ayat (3) huruf a. dari PP nomor 1 tahun 2008 jelas disebutkan bahwa salah satu bentuk Investasi Langsung pemerintah adalah “Penyertaan Modal”.
Persinggungan Level Operasional
Dari kedua matriks tersebut di atas, tampak nyata telah terjadi persinggungan (kalau tidak mau disebut “tabrakan”) pada level operasional dalam hal “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat”. PP nomor 6 tahun 2006 sebagai “kakak” telah dimentahkan secara telak oleh PP nomor 1 tahun 2008 dalam hal yang terkait dengan “Penyertaan Modal Pemerintah”. Dalam hal ini, tugas pokok dan fungsi DJKN cq Direktorat BMN II – Direktorat Penilaian Kekayaan Negara (Subdit Penilaian Usaha) yang nota bene “lahir” terlebih dahulu secara langsung telah diambil alih oleh Badan Investasi Pemerintah. Pertanyaan yang terbersit sudah pasti adalah: Unit / instansi mana di dalam Departemen Keuangan yang sebenarnya berwenang menangani “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah”? Pertanyaan ini sangat perlu untuk dijawab guna menghindari adanya dualisme pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang sama di dalam Departemen Keuangan.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, ada satu alat yang bisa digunakan sebagai parameter untuk mengukur dan menilai instansi mana di dalam Departemen Keuangan yang sebenarnya lebih berhak dalam mengurusi masalah “Penyertaan Modal Pemerintah” dan “Investasi Pemerintah”. Alat itu adalah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 464/KMK.01/2005 tanggal 29 September 2005 tentang Pedoman Strategi dan Kebijakan Departemen Keuangan (Road Map Departemen Keuangan) Tahun 2005 – 2009. Sesuai dengan namanya, Road Map berarti peta yang menggambarkan arah perjalanan organisasi Departemen Keuangan lengkap dengan tujuan, sasaran, strategi, kebijakan dan unit pelaksana-nya masing-masing selama 5 tahun ke depan sehingga perjalanan menjadi terarah.
Dalam halaman 19 Lampiran II KMK tersebut (Matriks Strategi Road Map Departemen Keuangan Tahun 2005 – 2009) jelas nampak bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan “Investasi Pemerintah” dengan sasaran : “terselenggaranya pengelolaan investasi pemerintah yang tertib, efektif, dan efisien dalam rangka pencapaian tujuan investasi pemerintah (tujuan ekonomis, sosial, dan tujuan lainnya)” berada di bidang IV tentang Kekayaan Negara dengan unit pelaksana yang pada mulanya berada di bawah kendali DJPb dialihkan kepada DJKN. Hal ini terlihat dari kolom “Unit Pelaksana” yang menggambarkan adanya arah panah dari DJPb ke DJKN. Berdasarkan Road Map inilah beberapa unit di dalam DJKN dibentuk untuk diberikan tugas yang terkait dengan “Investasi Pemerintah” ataupun “Penyertaan Modal Pemerintah”. Jadi, sesuai dengan Road Map Departemen Keuangan sudah jelas bahwa DJKN-lah yang berwenang untuk menangani “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah”.
Alternatif Solusi
Ibarat pepatah “nasi sudah jadi bubur”, maka dualisme penanganan “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” sudah terlanjur terjadi di dalam Departemen Keuangan. Untuk itu perlu dicarikan solusi yang benar-benar tepat dan bijak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Berikut ini beberapa alternatif solusi yang bisa ditempuh untuk memecahkan masalah dualisme ini:
1. Sesuai dengan Road Map Departemen Keuangan, maka pembinaan teknis terhadap Badan Investasi Pemerintah dialihkan dari DJPb ke DJKN. Hal ini berarti segala perangkat yang terkait seperti “Komite Investasi Pemerintah” juga beralih dari DJPb ke DJKN. Selain itu, unit-unit di dalam DJKN yang terkait dengan “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” sebaiknya dileburkan ke dalam BIP. Keuntungan dari solusi ini adalah BIP yang sekarang ini sudah terlanjur terbentuk tidak perlu dibubarkan dan tetap berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) sesuai dengan PMK nomor 52/PMK.01/2007 tanggal 16 Mei 2007. Untuk itu, PMK tersebut perlu disesuaikan khususnya untuk pasal 1 ayat (1) yang secara eksplisit menyebutkan bahwa : “Pusat Investasi Pemerintah berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan yang pembinaan teknis dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dan pembinaan administratif dilakukan oleh Sekretaris Jenderal”.
2. BIP tetap berada di bawah pembinaan teknis DJPb, namun unit-unit di dalam DJKN yang sudah terlanjur terbentuk guna menangani “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” agar dilebur ke dalam BIP sehingga peran DJKN dalam hal “Penyertaan Modal Pemerintah” dihilangkan sepenuhnya. Keuntungan dari solusi ini adalah, seperti halnya alternatif solusi yang pertama, yaitu tidak perlu dibubarkannya BIP dan unit-unit di dalam DJKN dapat ditampung di tempat yang baru (BIP). Namun, untuk menempuh solusi ini perlu dilakukan perbaikan / ralat atas beberapa peraturan tentang organisasi Departemen Keuangan seperti PMK yang mengatur tentang Road Map Departemen Keuangan, Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, dll.
3. Pembubaran BIP dan meleburkannya ke dalam DJKN. Untuk bisa melaksanakan alternatif solusi ini adalah hal yang tidak mudah karena hal ini berarti mementahkan PP nomor 1 tahun 2008 dan PMK tentang BIP. Selain itu, kemungkinan besar DJKN tidak akan bisa menampung semua pegawai dari BIP yang saat ini sudah terlanjur melakukan rekrutmen sampai tingkat pelaksana.
4. Pembubaran unit-unit di dalam DJKN yang terkait dalam penanganan “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” sehingga hanya DJPb saja yang berwenang untuk menangani masalah ini. Namun, melakukan hal ini sama halnya dengan “menelan ludah sendiri” karena bertentangan dengan Road Map Departemen Keuangan yang sudah dicanangkan sendiri sejak awal. Selain dari diperlukannya perbaikan / ralat terhadap beberapa peraturan terkait seperti Road Map Departemen Keuangan dan organisasi Departemen Keuangan, hal ini juga sudah pasti akan mengorbankan pegawai-pegawai di dalam DJKN yang memang sudah disiapkan untuk menangani hal ini.
Simpulan
Berdasarkan hasil pemaparan Penulis tersebut di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Saat ini telah terjadi dualisme penanganan “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” di dalam Departemen Keuangan yaitu oleh DJKN dan DJPb cq BIP.
2. Sesuai dengan Road Map Departemen Keuangan 2005 - 2009, unit / instansi yang sebenarnya berwenang untuk menangani “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” di dalam Departemen Keuangan adalah DJKN.
3. Untuk menghindari dualisme yang berkepanjangan perlu segera dicarikan solusi yang tepat dan bijak. Dari beberapa alternatif solusi yang Penulis tawarkan dalam tulisan ini, alternatif pertama dan kedua merupakan alternatif solusi yang menurut hemat Penulis paling memungkinkan (feasible) untuk dilaksanakan mengingat optimalnya keuntungan dan minimalnya risiko.
4. Peran Pusat Harmonisasi Kebijakan (Pushaka) Departemen Keuangan perlu dimaksimalkan agar hal semacam ini tidak terulang di masa yang akan datang.
======== OO ========
Referensi :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 yang diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 464/KMK.01/2005 tentang Pedoman Strategi dan Kebijakan Departemen Keuangan (Road Map Departemen Keuangan) Tahun 2005 – 2009.
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan.
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007 tentang Pusat Investasi Pemerintah.
Jakarta, 25 Maret 2008
By Muhamad Nahdi
8 komentar:
Terimakasih atas artikelnya walopun mungkin telat baca. Kebetulan memang saya lagi ubek-ubek masalah investasi pemerintah itu.
Jadi memang ternyata bukan saya saja yang bingung bahwa peraturan yang ada banyak yang tumpang tindih dan saling bersinggung cukup dalam, termasuk disini adalag mengenai investasi pemerintah.
Sebenarnya di dalam DJPB itu setau saya juga ada eselon 2 yang tupoksinya seputar pengelolaan investasi pemerintah yaitu Direktorat Pengelolaan Dana Investasi coba silahkan anda cek di KMK 100 tahun 2008. Saya sendiri agak kesusahan untuk memetakan tupoksi masing-masing dari Dit PDI itu dgn DJKN dan BIP, belum lagi dengan Bappenas. Kebetulan background saya bukan hukum dan ekonomi jadi agak kesulitan namun begitu saya melihat secara kasat mata ada friksi tupoksi disini.
Mungkin mas bisa coba petakan lagi terkait dengan aturan KMK terbarunya. saya juga penasaran sebenarnya siapa yang paling berhak merencanakan, mengelola investasi pemerintah, serta melaporkan ...
Segitu dulu mas ..
Terimakasih
Ma kasih atas komennya. Insya Allah nanti akan coba saya telusuri lagi referensi yang terbaru terkait dengan Investasi Pemerintah ini.
artikelnya bagus,, kebetulan saya msi fresh graduate dan ditaruh di PUSHAKA, harus bljar lebih byk lg, thx mas
visit pramud.multiply.com
kalo gak salah penyertaan modal yg di PP 1/2008 itu merupakan kekayaan negara yg tidak dipisahkan makanya dikelola BIP sedangkan yg di PP6/2006 merupakan kekayaan negara yg dipisahkan. apa berpengaruh pada pertanggungjaabannya yax?
Sebuah tulisan yang menarik... terima kasih mas, untuk bahan diskusi teman saya diklat Pim IV yang berasal dari Pusat Investasi Pemerintah
saya tertarik membaca atikel Anda, namun, kalau saya tidak salah bukannya DJKN mengurus penyertaan modal negara tsb dari segi administrasi saja dan tidak berorientasi pada return?
PIP/BIP orientasinya kan return, makanya di-BLU kan karena pemerintah kan organisasi nirlaba, dan regulator dari PIP dalam mencari laba tersebut adalah DJBBN karena DJPBN merupakan kuasa BUN, dan PIP merupakan perpanjangan BUN...
terimakasih infonya, artikel yang menarik karena saya sekarang juga merasa sedikit bingung antara investasi pemerintah dan Penyertaan Modal Pemerintah.
sedangkan dalam Pembiayaan APBN 2011 Investasi Pemerintah sendiri dibagi 2, yaitu PIP dan Pemberian Kredit Investasi Pemerintah (yang berdasarka informasi yang saya peroleh dari subdirektorat Perencanaan APBN-DJA sama2 ditangani oleh PIP/BIP).
hal yang kurang jelas lagi, bahwa contoh yang didanai investasi dari PIP dalam APBN 2011 adalah pembangunan infrastruktur termasuk jalan, jembatan, rumah sakit..
lalu apa bedanya pengeluaran Investasi pemerintah dengan belanja modal?
MAS AGUNG
Kalo menurut saya, investasi dalam pasal 41 UU 1/2004 itu memang ada dua jenis. 1. Bersifat non permanen dhi. sebagaimana diatur dengan PP 1/2008 (sebagai amanat ayat 3). 2. Bersifat permanen dhi. diatur dengan PP 6/2006 (sebagai amanah ayat 4). Untuk bisa memahami konstruksi pasal 41 ini sebaiknya ditengok kembali ke legal drafting UU 1/2004. Konteks ayat 1 s.d. 3 adalah pemerintah sebagai stimulator PMD, sedangkan ayat 4 adalah pemerintah sebagai penyedia barang/jasa melalui PMN. Untuk ini sebenarnya sudah jelas pembagian tugas antara DJPB sebagai regulator, PIP sebagai operator dan KIP sebagai supervisi untuk investasi yang sifatnya non permanen (PP 1/20008). Untuk investasi permanen juga jelas DJKN sebagai administrator dan DJPB sebagai regulator dan KL teknis sebagai pengusulnya. DJKN secara keseluruhan mengelola administrasi investasi pemerintah baik permanen atau nonpermanen (999.03).
Posting Komentar