Kewajiban Manusia adalah untuk Berusaha, Tapi hanya Tuhan-lah yang Menentukan Hasilnya.

22 Desember, 2008

Tugas ke Eropa II: Copenhagen


Masih seri lanjutan dinas ke negara-negara Scandinavia nih....

Setelah hari-hari yang sangat melelahkan di London, tim kami berangkat menuju kota berikutnya yaitu Kopenhagen (Denmark). Kami berangkat dari London pada tanggal 22 November 2008 melalui bandara Heathrow sekitar jam 2 siang dengan menggunakan maskapai SAS (Scandinavian Airline System).

Begitu terdengar pengumuman bahwa pesawat akan mendarat sekitar 10 menit lagi dan "at the moment, there's a little snow rain...." , kami melihat ke luar pesawat...yang terlihat adalah hamparan putih dan atap rumah-rumah yang ditutupi es serta pohon-pohon cemara yang juga ditutupi es. Wah, langsung kebayang deh betapa dinginnya suasana di Kopenhagen. Tapi, ada senengnya juga karena harapan akan bertemu dengan salju dan hujan salju yang selama ini hanya terbayang-bayang akhirnya akan terwujud...

Dan benar saja, begitu kami mendarat di Kopenhagen dan melangkah ke luar bandara untuk menuju mobil dari KBRI Kopenhagen yang menjemput kami...BRRR....duuiiinggiin banget !! Suhu di luar ruangan saat itu adalah minus 5 derajat celsius. Bahkan ketika saya berada di dalam mobil (yang pake heater), masih terasa dinginnya udara luar selama beberapa saat. Tapi, itulah momen yang juga tidak akan saya lupakan karena inilah pertama kalinya saya ngelihat salju dan gundukan salju di pinggir jalan.

Udara dingin yang menusuk-nusuk itu ternyata bertahan terus selama kami berada di Kopenhagen. Jaket tebal, syal, sarung tangan, dan longjohn jadi pakaian wajib kami kalau kami mau ke luar ruangan. Halaman gedung KBRI udah ketutup ama es semua deh...pokoknya jadi males banget kalau mau ke luar ruangan. Satu hal yang paling saya tunggu-tunggu waktu di Kopenhagen adalah hujan salju, rugi dong kalau cuma ngelihat saljunya tapi gak pernah ngerasain hujan salju...

Harapan ini baru terwujud pada hari kedua kami di Kopenhagen, ketika itu seorang teman yang sedang bekerja tiba-tiba berteriak "hujan salju...di luar ada hujan salju...". Kami berlari ke luar ruangan, udah gak peduli lagi ama dingin dan kamipun berfoto-foto di bawah hujan salju sampai-sampai salah seorang staf KBRI Kopenhagen nyeletuk "kayak anak kecil aja...." he he...biarin ah, jarang-jarang kan ketemu hujan salju.

Kalau kotanya sih Kopenhagen itu klasik banget, banyak bangunan-bangunan tua yang dipertahankan ama pemerintah. Yang jadi ikonnya sih udah pasti si patung 'little mermaid' sebagai tanda perhormatan pada H.C. Andersen. Berhubung waktu yang terbatas, ya kita gak bisa jalan-jalan terlalu lama...

Oke, itu Kopenhagen ya. Next Destination: HELSINKI...

26 November, 2008

Tugas ke Eropa I : London

Pada tanggal 17 November - 8 Desember 2008, saya bersama rekan-rekan dari DJKN dan Departemen Luar Negeri melakukan perjalanan dinas ke luar negeri, tepatnya ke Eropa yaitu London (Inggris), Kopenhagen (Denmark), Helsinki (Finlandia), Stockholm (Swedia), Oslo (Norwegia), dan Hamburg (Jerman).

Dalam pikiran pembaca blog ini mungkin terpikirkan "Wuah...asik banget tuh, bisa jalan-jalan ke Eropa...". Sekali lagi saya tegaskan ya, biar pada nggak salah paham nih, bahwa kami melakukan Perjalanan Dinas....bukan rekreasi, jadi turis, seminar, kursus, sekolah, apalagi cuma studi banding. Sebagian besar waktu kami (yah, kira-kira 95% lah) tersita untuk bekerja di dalam ruangan. Jadi, kalau saya ditanya nih: "Kota London itu seperti apa ya?", jawabannya adalah "setahu saya, London itu cuma KBRI doang"...he he...gitu lah kira-kira.

Waktu di London, kita bekerja sampai jam 12 malam (rata-rata) dan bahkan sempat "nginap" di ruang kerja kita di KBRI London. Bener-bener deh, capenya minta ampun. Walaupun demikian, pada malam terakhir kira-kira jam 8 malam kita sempat jalan-jalan ke Oxford Street di London cari oleh-oleh. Suhunya kira-kira 0 derajat celcius...ya, bener-bener 'nol' derajat. Dingin banget deh pokoknya...


Sebelum ke bandara (untuk menuju Kopenhagen), saya sempat foto-foto juga di depan Big Ben. Cuma sempat keliling London di hari terakhir doang, itupun cuma sekitar 30 menit dan langsung ke Bandara Heathrow untuk menaiki Scandinavian Air menuju ke Kopenhagen, tempat dimana pertama kalinya saya merasakan dan melihat hujan salju....tunggu aja ceritanya di Kopenhagen ya....

03 November, 2008

Artikel: Penilaian (Valuation) vs Perkiraan (Guesstimate)

PENILAIAN (Valuation) vs PERKIRAAN (Guesstimate)
Oleh : Muhamad Nahdi

“He’ll be out between four and eight weeks…but six weeks would be a good guesstimate” (David Mulder, quoted from The X-Files)

Pagi itu, di suasana kantor yang masih belum bersemangat, terdengar dering bunyi HP milik Bos Roh.
Bos Roh : “Halo Bos Bas..! Gimana kabar nih?”
Bos Bas : “Halo juga, alhamdulillah baek…mau nanya nih Bos Roh”
Bos Roh : “Iya, nanya apaan?”
Bos Bas : “Gini, saya lagi dapat tugas menilai nih”
Bos Roh : “terus?”
Bos Bas : “data pembandingnya dapat di pinggir jalan, sementara objek penilaiannya agak masuk ke dalam…yah, sekitar 1 km-an lah”
Bos Roh : “terus?”
Bos Bas : “nah, saya bingung nih mau adjustment-nya”
Bos Roh : “lah, bingung gimana?”
Bos Bas : “maksudnya mau berapa persen turunnya kalau di-adjust? Ada yang bilang 20%, tapi penilai lain bilang 7 %...yang bener yang mana bos?”
Bos Roh : “Yah, Bos Bas….gitu aja kok repot…make ‘feeling’ dong. Kira-kira menurut ente pasnya berapa gitu…”
Bos Bas : “gak bisa gitu dong Bos Roh, musti ada dasarnya !”
Bos Roh : “Masa gak bisa sih, Bos Bas kan udah hafal daerah itu…pake insting aja deh…lagian disitulah letak independennya seorang Penilai…”
Bos Bas : “Ya gak bisa lah, emangnya Penilaian itu ilmunya Mama Lauren….independensi dari mana Bos? Yang ada juga malah bias kemana-mana….”

* * * *

Dari ilustrasi tersebut diatas, dapat diambil beberapa pelajaran terkait dengan Penilaian. Pertama, Penilaian itu ternyata bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilaksanakan. Banyak unsur subyektifitas dari Penilai yang dapat mempengaruhi sehingga bukan tidak mungkin opini nilai yang dikeluarkan oleh Penilai menjadi bias. Kedua, Penilaian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang empiris. Oleh karenanya, sebagai syarat dari suatu ilmu pengetahuan, Ilmu Penilaian harus memiliki teori dan metode ilmiah yang dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris.

Berangkat dari pemikiran inilah, Penulis tergelitik untuk membahas lebih jauh mengenai Penilaian (valuation) dan Perkiraan (guesstimate). Sebenarnya Penulis belum menemukan istilah dalam Bahasa Indonesia yang tepat untuk pengganti kata “Guesstimate”, namun untuk mempermudah pemahaman maka Penulis menggunakan istilah “Perkiraan” sebagai pengganti istilah “Guesstimate” dengan pertimbangan untuk membedakan dengan istilah “Prakiraan” dan “Peramalan”. Beberapa pertanyaan yang hendak coba dijawab dalam tulisan ini adalah: Benarkah terdapat perbedaan yang signifikan dan mendasar diantara keduanya? Bagaimana caranya agar penilaian yang dilakukan oleh Penilai tidak jatuh ke dalam kategori “guesstimate”?


* * * *

Sebagai langkah awal, Penulis akan uraikan terlebih dahulu definisi penilaian dan perkiraan menurut referensi. Menurut kamus Merriam-Webster Online (www.merriam-webster.com) , pengertian penilaian (valuation) adalah:
“the estimated or determined market value of a thing”( perkiraan nilai pasar dari sesuatu).

Sedangkan pengertian perkiraan (guesstimate) menurut kamus yang sama adalah
“an estimate usually made without adequate information” (estimasi yang biasanya dibuat tidak berdasarkan informasi yang cukup).

Dari definisi yang lain (www.harrodsestates.com) ditemukan bahwa Penilaian adalah:
“an assessment of a property’s market value carried out by a recognised professional on behalf of a lender and/or the buyer, backed up with comparable evidence from recent sales of similar properties in similar locations.” (perkiraan nilai pasar dari suatu properti yang dilaksanakan oleh profesional yang diakui atas nama peminjam atau pembeli, yang didukung dengan bukti-bukti pembanding yang cukup dari properti sejenis di lokasi yang sejenis)

Dan Guesstimate menurut www.wordnet.princeton.edu adalah
“an estimate that combines reasoning with guessing” (Guesstimate adalah perkiraan yang menggabungkan antara nalar dengan menebak-nebak).

Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa “Penilaian” harus didukung dengan bukti-bukti data yang cukup (adequate) sehingga dapat dipertanggungjawabkan kewajarannya. Sementara itu, “Perkiraan” banyak mengandung unsur tebakan dan tidak didukung dengan bukti-bukti data yang cukup sehingga kewajarannya perlu dipertanyakan. Dengan demikian, pertanyaan mengenai apakah terdapat perbedaan yang signifikan dan mendasar mengenai Penilaian (Valuation) dan Perkiraan (Guesstimate) sudah terjawab yaitu: Jelas ada !! Tanpa didukung dengan data-data yang cukup dan metoda yang ilmiah maka suatu Penilaian (Valuation) akan turun derajatnya menjadi sekadar Perkiraan (Guesstimate).

* * * *

Selanjutnya pertanyaan yang harus dijawab bersama adalah: Bagaimana caranya agar penilaian yang dilakukan oleh Penilai tidak jatuh ke dalam kategori “guesstimate”? Syarat yang harus dipenuhi agar penilaian tetap bernilai ilmiah tinggi adalah setiap penilaian harus didukung dengan bukti-bukti data dan perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan kewajarannya secara profesional. Penilai tidak bisa terus menerus berlindung dibalik isu ‘subjektifitas’ atau ‘independensi’ hanya karena penilaian yang dilakukannya tidak memiliki dasar-dasar perhitungan dan bukti-bukti yang kuat.

Dalam dunia Penilaian internasional, sudah ada standar penilaian yang dikenal dengan nama International Valuation Standard (IVS). Di Indonesia sendiri sudah ada Standar Penilaian Indonesia (SPI) yang merupakan pegangan bagi penilai yang akan melakukan penilaian di Indonesia sehingga tetap sesuai dengan metode-metode penilaian yang telah ditetapkan. Namun, baik IVS maupun SPI hanya mengatur sebatas tatacara ataupun metode penilaiannya dan tidak mengatur lebih lanjut secara teknis mengenai penilaian.

Salah satu praktik internasional yang selama ini diadopsi untuk menjaga agar tingkat penilaian tidak jatuh kepada tingkat “guesstimate” adalah dengan membuat model ekonometrika yang didasarkan pada data-data yang berhasil dikumpulkan oleh Penilai. Adapun model penilaian yang boleh digunakan oleh Penilai hanyalah model penilaian yang sudah teruji dan secara ekonometrika terbukti modelnya valid dan dapat digunakan. Tanpa didukung dengan adanya model penilaian, seringkali Penilai di dunia internasional tidak berani mengeluarkan opini nilai karena model penilaian merupakan representasi dari kondisi pasar. Sebagai bukti, dapat Penulis kutipkan pendapat Marcia Bowden dari Australian Property Institute yang mengemuka dalam Kongres Penilai Real Estate Pan Pacific ke 24 di Korea tahun 2008, terkait dengan penilaian Bangunan Ramah Lingkungan (Green Building) sebagai berikut :

“While there is support for the theories in “valuing green”, the current Australian market factors make the theories hard to prove…As the “green” buildings in Australia are only a few years old the issue of tenant retention is yet to come to the fore – it is likely to be some 5 plus years before this theory will be tested.”

Dengan kata lain, Marcia Bowden hingga saat ini belum bisa menilai dan membuktikan apakah bangunan ramah lingkungan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada bangunan konvensional karena belum ada data yang cukup untuk membuat model penilaian dan melakukan penelitian terkait dengan bangunan ramah lingkungan. Praktik seperti ini sudah menjadi hal yang sangat dianjurkan dalam melakukan penilaian di dunia internasional.

Hal lain yang bisa dilakukan untuk menjaga agar Penilaian tetap dapat dipertanggungjawabkan kewajarannya adalah dengan melakukan standardisasi dalam hal penyesuaian nilai tanah. Hal ini sangat dibutuhkan untuk mengurangi terjadinya “guesstimate” yang dapat menimbulkan bias terhadap opini nilai yang dikeluarkan oleh seorang Penilai, seperti halnya yang terjadi dalam percakapan singkat di prolog tulisan ini. Sebagai contoh: dapat dibuatkan tabel penyesuaian yang diakibatkan oleh perbedaan lokasi objek penilaian dan objek pembanding dilihat dari jaraknya dengan jalan raya sebagai berikut :

Objek Penilaian dari Jalan Raya
Objek Pembanding 0 – 500 m >500 – 1000 m >1000 m
dari jalan raya
0 – 500 m dari jalan raya 0 s.d. - 5 % -5 s.d. -10 % -10 s.d. -15%
500 – 1000 m dari jalan raya 0 s.d. + 5% 0 s.d. - 5 % -5 s.d. -10 %
> 1000 m dari jalan raya + 5% s.d. +10% 0 s.d. +5% 0 s.d. - 5 %

Dengan adanya tabel penyesuaian seperti di atas maka bias-bias yang diakibatkan oleh penerapan angka penyesuaian yang berlebihan dapat dihindari. Selain itu, independensi dan judgment Penilai tetap diperhatikan dengan memberikan batasan (range) penyesuaian sehingga Penilai tetap memiliki kebebasan untuk menentukan angka penyesuaian yang paling tepat.

Untuk bisa menentukan tingkat penyesuaian dalam tabel tersebut diperlukan penelitian dan database penilaian yang baik sehingga validitas tabel tersebut dapat diuji secara ilmiah. Contoh tabel penyesuaian di atas juga harus disesuaikan dengan daerah masing-masing sehingga untuk tiap-tiap kota memiliki angka penyesuaian yang mungkin berbeda-beda.

* * * *

Bagaimana dengan penilaian di Indonesia? Penulis belum melakukan penelitian lebih lanjut mengenai apakah penilai di Indonesia menggunakan model penilaian atau tidak dalam melakukan penilaiannya. Namun, berdasarkan pengamatan penulis yang sangat terbatas, untuk lingkup DJKN hingga saat ini belum ada penilaian yang menggunakan model ekonometrika dalam penilaian properti. Demikian pula mengenai tabel penyesuaian nilai tanah yang hingga saat ini di DJKN masih belum terwujud. Hal ini, menurut hemat Penulis, lebih disebabkan oleh belum adanya database penilaian sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian sekaligus membuat model penilaian dan tabel penyesuaian dimaksud. Untuk itu, database penilaian harus diwujudkan terlebih dahulu apabila penilaian di DJKN tidak ingin sekadar disebut sebagai “guesstimate” alias tebak-tebakan.


========= OOO ==========

Referensi :

Bowden, Marcia. 2008. “Green Buildings”. The 24th Pan Pacific Congress of Real Estate Appraisers, Valuers and Counselors.
http:// www.merriam-webster.com
http:// www.harrodsestates.com
http:// www.wordnet.princeton.edu

By Muhamad Nahdi
October 2008

13 Oktober, 2008

Selamat Lebaran 1429 H

Meskipun sudah terlambat, tapi saya ingin mengucapkan selamat merayakan Idul Fitri 1429 H bagi yang merayakannya.

Keluarga saya sendiri di tahun ini tidak 'mudik' ke Cirebon dengan pertimbangan utama ketiga anak saya yang masih kecil-kecil (6 th, 2.5 th, dan 1 th) sehingga kalau diajak mudik ke Cirebon dikhawatirkan kondisi fisik mereka masih belum kuat. Apalagi, di musim pancaroba seperti ini. Dan ternyata terbukti dua hari setelah lebaran kemaren itu kita semua pada sakit flu dan pilek berat, termasuk saya dan istri. Jadi, nggak ke Cirebon aja kita udah pada 'tumbang'....

Masalah klasik lain yang selalu ada setiap tahun udah pasti masalah ketersediaan kendaraan. Sampai saat ini kan kita belum ada mobil sendiri jadi kalau ada keperluan harus nyewa mobil. Nah, tahu sendiri kan kalo nyewa mobil untuk lebaran itu biasanya per paket minimal 5 hari...padahal kondisi keuangan kita pas-pasan lah kalau harus nyewa sampai 5 hari. Biasanya kita nyewa mobil paling lama 1 X 24 jam aja he he...untuk keperluan jalan-jalan...Ya, doain aja deh mudah-mudahan akhir tahun ini kita udah punya mobil sendiri walaupun kalau digas bunyinya "kridit...kridit...kridit...", abis gimana yah...kayanya mobil nih untuk kita yang 'buntut'nya udah tiga jadi kebutuhan primer kalii...

Kalau Allah Swt meridhoi, akhir November ini saya akan membawa cerita menarik untuk temen-temen ya....

08 Agustus, 2008

08-08-08


Hari ini merupakan hari dengan tanggal yang unik yaitu: 08-08-08. Tanggal seperti ini hanya akan terulang 1000 tahun lagi yaitu tepatnya tanggal 08-08-3008....

Ngomong-ngomong tentang tanggal yang serba 8 ini, tadi pagi ada suatu kebetulan yang menyenangkan juga lho. Nggak biasanya saya merhatiin tiket KRL Depok Ekspres yang biasa saya naiki tiap pagi ke kantor, hari ini saya bener-bener iseng aja merhatiin tuh tiket....eh, ternyata nomor seri tiketnya bener-bener berbau angka 8 lho : AA6488 !! Bukankah 8 dikali 8 adalah 64...

Nih foto tiketnya...Ada-ada aja yah...

28 Juli, 2008

Neyra Masuk SD euy

Nggak terasa, Neyra udah masuk SD tahun ini. Ney diterima di SDPN Sabang, Bandung. Pada awalnya saya dan Yuli sempet khawatir juga kalau Ney nggak keterima di Sabang karena kita nggak ngedaftarin Ney ke SD yang lain. Pertimbangannya adalah SD Negeri yang paling dekat dan bagus dengan rumah kita di Antapani ya SD Sabang ini.

Satu hal yang sempat membuat kita khawatir apakah Ney bisa adaptasi atau tidak setelah dia masuk SD adalah mengenai JAM BANGUN TIDUR....Selama ini Ney selalu bangun kira-kira jam 7 pagi, padahal jemputan untuk SD udah stand by jam 6.30 pagi. Ternyata, semenjak masuk SD Ney bisa bangun jam 5.30 pagi....plong dah !! Senjatanya untuk Ney adalah disetelin TV. Senjata yang ampuh tapi sebenarnya saya pribadi kurang 'pas' karena kita udah tahu-lah yang namanya pengaruh TV buat anak. Mudah-mudahan ke depannya bisa ada 'senjata' lain....

Masih ada lagi satu kekhawatiran nih. Mengenai pola belajar, karena mulai SD kan udah mulai banyak PR....SD di Indonesia gitu lho...Mudah-mudahan aja Ney bisa beradaptasi mengenai pola belajar ini. Tapi, saya sih yakin bisa berubah. Yuli kan 'galak' ke Ney kalo udah masalah belajar.. he he...

16 Juli, 2008

Artikel: Dualisme Penanganan Investasi Pemerintah oleh Departemen Keuangan

DUALISME PENANGANAN “INVESTASI PEMERINTAH” / “PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH” OLEH DEPARTEMEN KEUANGAN

Oleh: Muhamad Nahdi


Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, disebutkan bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara memiliki kewenangan untuk menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi (pasal 7 ayat (2) huruf h). Hal ini kemudian dipaparkan lebih lanjut di dalam batang tubuh UU tersebut.

Pasal 41 ayat (2) UU nomor 1 tahun 2004 menyatakan bahwa bentuk investasi pemerintah dapat berupa saham, surat utang, dan investasi langsung yang untuk selanjutnya diatur dengan peraturan pemerintah. Sementara itu, dalam pasal 41 ayat (4) UU nomor 1 tahun 2004 tersebut disebutkan juga istilah “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat” yang bisa dilakukan kepada perusahaan negara/daerah/swasta untuk diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Jika dicermati lebih dalam maka menurut hemat Penulis pasal ini merupakan salah satu pasal yang ambigu karena bisa menimbulkan perbedaan penafsiran. Hal ini timbul karena tidak ada definisi yang jelas dalam UU ini tentang “Investasi pemerintah” dan “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat”. Bukankah “penyertaan modal” adalah salah satu bentuk “investasi pemerintah”?

Meskipun terdapat ambiguitas seperti tersebut di atas, pemerintah Indonesia menerbitkan 2 peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari UU ini, yaitu:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah sebagai pelaksanaan amanat pasal 41 ayat (4) dan pasal 49 ayat (6) UU Nomor 1 tahun 2004;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 sebagai pelaksanaan amanat pasal 41 ayat (3) UU Nomor 1 tahun 2004.

Dalam PP nomor 6 tahun 2006 definisi dari “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah” adalah sebagai berikut (pasal 1 angka 19):

“Penyertaan Modal Pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara”

Sementara itu, definisi dari “Penyertaan Modal” tidak muncul dalam PP nomor 8 tahun 2007 dan baru terlihat dalam PP nomor 1 tahun 2008 sebagai berikut (pasal 1 angka 4):

“Penyertaan Modal adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas”


Adapun definisi dari “Investasi Pemerintah” terlihat dalam PP nomor 1 tahun 2008 adalah sebagai berikut (pasal 1 angka 1):

“Investasi pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang oleh pemerintah pusat dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya”

Dari ketiga definisi tersebut tampaklah titik persinggungan yang cukup nyata yaitu secara substantif ketiganya menyatakan bahwa ada peralihan baik dana ataupun barang milik negara dari pemerintah pusat kepada pihak lain sehingga pemerintah memiliki saham/modal di pihak lain tersebut. Titik persinggungan inilah yang akan penulis bahas dalam tulisan ini karena persinggungan ini terus berlanjut sampai kepada level operasional sehingga di dalam Departemen Keuangan terdapat dua unit / instansi yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang serupa terkait dengan “Investasi Pemerintah“ dan “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat”. Pertama-tama penulis akan menggambarkan mekanisme pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan terkait dengan “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat” sesuai dengan PP nomor 6 tahun 2006, kemudian akan dipaparkan mengenai mekanisme pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan terkait dengan “Investasi Pemerintah” sesuai dengan PP nomor 1 tahun 2008, dan baru akan penulis bahas lebih lanjut masalah yang timbul dan alternatif solusi yang bisa dilaksanakan.

Mekanisme Dalam PP Nomor 6 tahun 2006 tentang “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat”

Dalam batang tubuh PP Nomor 6 tahun 2006, ketentuan mengenai pelaksanaan “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat” diatur dalam pasal 62 – 66. Hal ini akan penulis gambarkan dalam matriks sebagai berikut:

PP NOMOR 6 TAHUN 2006

PASAL

Tujuan

Dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja BUMN/D atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara/daerah.

Keterangan :

Hal ini secara tidak langsung serupa dengan tujuan dari “Investasi Pemerintah” yaitu untuk mendapatkan manfaat ekonomi, sosial, maupun manfaat lainnya

62

Pelaksana

Pengelola Barang untuk Barang Milik Negara.

Keterangan:

Dalam PP ini, yang dimaksud dengan Pengelola Barang adalah Menteri Keuangan. Instansi di bawah Menteri Keuangan yang melaksanakan PP Nomor 6 tahun 2006 adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

63

Mekanisme Umum

Pengelola Barang melakukan penelitian dan pengkajian mengenai perlunya “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat”. Setelah itu, Pengelola Barang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Penyertaan Modal Pemerintah tersebut.

Keterangan:

Unit di dalam DJKN yang melaksanakan ini adalah Direktorat Barang Milik Negara II dan Direktorat Penilaian Kekayaan Negara cq. Sub Direktorat Penilaian Usaha.

64

Matriks di atas menggambarkan dengan jelas bahwa Menteri Keuangan cq DJKN merupakan pelaksana dari “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat” sesuai dengan PP nomor 6 tahun 2006. Saat ini organisasi dan Tata Kerja DJKN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor: 131/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan.

Mekanisme Dalam PP Nomor 1 tahun 2008 tentang “Investasi Pemerintah”

Dalam batang tubuh PP Nomor 1 tahun 2008, ketentuan mengenai pelaksanaan “Investasi Pemerintah” diatur dalam beberapa pasal. Hal ini akan penulis gambarkan dalam matriks sebagai berikut:

PP NOMOR 1 TAHUN 2008

PASAL

Maksud

Memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya

2 ayat (1)

Tujuan

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.

2 ayat (2)

Pelaksana

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara cq Badan Investasi Pemerintah

Keterangan:

BIP merupakan Badan Layanan Umum yang secara teknis dibina oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Departemen Keuangan dan secara administratif dibina oleh Sekjen Departemen Keuangan.

10

3 ayat (4)

12

Mekanisme Umum

Menteri Keuangan melakukan perencanaan, pelaksanaan investasi, penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi, pengawasan, dan divestasi.

9

Matriks di atas menyatakan dengan jelas bahwa Menteri Keuangan cq BIP merupakan pelaksana dari “Investasi Pemerintah” sesuai dengan PP nomor 1 tahun 2008. Saat ini BIP sudah diwujudkan dengan PMK nomor : 52/PMK.01/2007 tanggal 16 Mei 2007 tentang Pusat Investasi Pemerintah. Sebagai pelengkap, dalam pasal 3 ayat (3) huruf a. dari PP nomor 1 tahun 2008 jelas disebutkan bahwa salah satu bentuk Investasi Langsung pemerintah adalah “Penyertaan Modal”.

Persinggungan Level Operasional

Dari kedua matriks tersebut di atas, tampak nyata telah terjadi persinggungan (kalau tidak mau disebut “tabrakan”) pada level operasional dalam hal “Penyertaan Modal Pemerintah Pusat”. PP nomor 6 tahun 2006 sebagai “kakak” telah dimentahkan secara telak oleh PP nomor 1 tahun 2008 dalam hal yang terkait dengan “Penyertaan Modal Pemerintah”. Dalam hal ini, tugas pokok dan fungsi DJKN cq Direktorat BMN II – Direktorat Penilaian Kekayaan Negara (Subdit Penilaian Usaha) yang nota bene “lahir” terlebih dahulu secara langsung telah diambil alih oleh Badan Investasi Pemerintah. Pertanyaan yang terbersit sudah pasti adalah: Unit / instansi mana di dalam Departemen Keuangan yang sebenarnya berwenang menangani “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah”? Pertanyaan ini sangat perlu untuk dijawab guna menghindari adanya dualisme pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang sama di dalam Departemen Keuangan.


Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, ada satu alat yang bisa digunakan sebagai parameter untuk mengukur dan menilai instansi mana di dalam Departemen Keuangan yang sebenarnya lebih berhak dalam mengurusi masalah “Penyertaan Modal Pemerintah” dan “Investasi Pemerintah”. Alat itu adalah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 464/KMK.01/2005 tanggal 29 September 2005 tentang Pedoman Strategi dan Kebijakan Departemen Keuangan (Road Map Departemen Keuangan) Tahun 2005 – 2009. Sesuai dengan namanya, Road Map berarti peta yang menggambarkan arah perjalanan organisasi Departemen Keuangan lengkap dengan tujuan, sasaran, strategi, kebijakan dan unit pelaksana-nya masing-masing selama 5 tahun ke depan sehingga perjalanan menjadi terarah.

Dalam halaman 19 Lampiran II KMK tersebut (Matriks Strategi Road Map Departemen Keuangan Tahun 2005 – 2009) jelas nampak bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan “Investasi Pemerintah” dengan sasaran : “terselenggaranya pengelolaan investasi pemerintah yang tertib, efektif, dan efisien dalam rangka pencapaian tujuan investasi pemerintah (tujuan ekonomis, sosial, dan tujuan lainnya)” berada di bidang IV tentang Kekayaan Negara dengan unit pelaksana yang pada mulanya berada di bawah kendali DJPb dialihkan kepada DJKN. Hal ini terlihat dari kolom “Unit Pelaksana” yang menggambarkan adanya arah panah dari DJPb ke DJKN. Berdasarkan Road Map inilah beberapa unit di dalam DJKN dibentuk untuk diberikan tugas yang terkait dengan “Investasi Pemerintah” ataupun “Penyertaan Modal Pemerintah”. Jadi, sesuai dengan Road Map Departemen Keuangan sudah jelas bahwa DJKN-lah yang berwenang untuk menangani “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah”.

Alternatif Solusi

Ibarat pepatah “nasi sudah jadi bubur”, maka dualisme penanganan “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” sudah terlanjur terjadi di dalam Departemen Keuangan. Untuk itu perlu dicarikan solusi yang benar-benar tepat dan bijak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Berikut ini beberapa alternatif solusi yang bisa ditempuh untuk memecahkan masalah dualisme ini:

1. Sesuai dengan Road Map Departemen Keuangan, maka pembinaan teknis terhadap Badan Investasi Pemerintah dialihkan dari DJPb ke DJKN. Hal ini berarti segala perangkat yang terkait seperti “Komite Investasi Pemerintah” juga beralih dari DJPb ke DJKN. Selain itu, unit-unit di dalam DJKN yang terkait dengan “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” sebaiknya dileburkan ke dalam BIP. Keuntungan dari solusi ini adalah BIP yang sekarang ini sudah terlanjur terbentuk tidak perlu dibubarkan dan tetap berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) sesuai dengan PMK nomor 52/PMK.01/2007 tanggal 16 Mei 2007. Untuk itu, PMK tersebut perlu disesuaikan khususnya untuk pasal 1 ayat (1) yang secara eksplisit menyebutkan bahwa : “Pusat Investasi Pemerintah berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan yang pembinaan teknis dilakukan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dan pembinaan administratif dilakukan oleh Sekretaris Jenderal”.

2. BIP tetap berada di bawah pembinaan teknis DJPb, namun unit-unit di dalam DJKN yang sudah terlanjur terbentuk guna menangani “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” agar dilebur ke dalam BIP sehingga peran DJKN dalam hal “Penyertaan Modal Pemerintah” dihilangkan sepenuhnya. Keuntungan dari solusi ini adalah, seperti halnya alternatif solusi yang pertama, yaitu tidak perlu dibubarkannya BIP dan unit-unit di dalam DJKN dapat ditampung di tempat yang baru (BIP). Namun, untuk menempuh solusi ini perlu dilakukan perbaikan / ralat atas beberapa peraturan tentang organisasi Departemen Keuangan seperti PMK yang mengatur tentang Road Map Departemen Keuangan, Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, dll.

3. Pembubaran BIP dan meleburkannya ke dalam DJKN. Untuk bisa melaksanakan alternatif solusi ini adalah hal yang tidak mudah karena hal ini berarti mementahkan PP nomor 1 tahun 2008 dan PMK tentang BIP. Selain itu, kemungkinan besar DJKN tidak akan bisa menampung semua pegawai dari BIP yang saat ini sudah terlanjur melakukan rekrutmen sampai tingkat pelaksana.

4. Pembubaran unit-unit di dalam DJKN yang terkait dalam penanganan “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” sehingga hanya DJPb saja yang berwenang untuk menangani masalah ini. Namun, melakukan hal ini sama halnya dengan “menelan ludah sendiri” karena bertentangan dengan Road Map Departemen Keuangan yang sudah dicanangkan sendiri sejak awal. Selain dari diperlukannya perbaikan / ralat terhadap beberapa peraturan terkait seperti Road Map Departemen Keuangan dan organisasi Departemen Keuangan, hal ini juga sudah pasti akan mengorbankan pegawai-pegawai di dalam DJKN yang memang sudah disiapkan untuk menangani hal ini.

Simpulan

Berdasarkan hasil pemaparan Penulis tersebut di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Saat ini telah terjadi dualisme penanganan “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” di dalam Departemen Keuangan yaitu oleh DJKN dan DJPb cq BIP.

2. Sesuai dengan Road Map Departemen Keuangan 2005 - 2009, unit / instansi yang sebenarnya berwenang untuk menangani “Investasi Pemerintah” atau “Penyertaan Modal Pemerintah” di dalam Departemen Keuangan adalah DJKN.

3. Untuk menghindari dualisme yang berkepanjangan perlu segera dicarikan solusi yang tepat dan bijak. Dari beberapa alternatif solusi yang Penulis tawarkan dalam tulisan ini, alternatif pertama dan kedua merupakan alternatif solusi yang menurut hemat Penulis paling memungkinkan (feasible) untuk dilaksanakan mengingat optimalnya keuntungan dan minimalnya risiko.

4. Peran Pusat Harmonisasi Kebijakan (Pushaka) Departemen Keuangan perlu dimaksimalkan agar hal semacam ini tidak terulang di masa yang akan datang.

======== OO ========

Referensi :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 yang diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 464/KMK.01/2005 tentang Pedoman Strategi dan Kebijakan Departemen Keuangan (Road Map Departemen Keuangan) Tahun 2005 – 2009.

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan.

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007 tentang Pusat Investasi Pemerintah.

Jakarta, 25 Maret 2008

By Muhamad Nahdi

25 Juni, 2008

June: A Busy Month

Yap, bulan Juni ini benar-benar bulan yang melelahkan buat saya.

Tanggal 2 - 5 Juni saya dinas ke Tarakan di Kalimantan Timur. Belum hilang lelah dari Tarakan, minggu berikutnya mulai tanggal 10 - 14 Juni dinas lagi ke puncak dalam rangka konsinyering. Selanjutnya mulai tanggal 17 - 20 Juni jalan lagi ke Jawa Timur (Surabaya, Gresik, Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro). Jadwal yang padat ini membuat kondisi fisik saya agak kurang fit karena pada akhir Mei sebetulnya saya juga baru pulang dari Samarinda, Kalimantan Timur.


Walaupun demikian, saya merasa bersyukur karena bisa singgah di tempat-tempat yang sebelumnya belum pernah saya kunjungi. Pengalaman ini tentu merupakan pengalaman yang sangat berharga buat saya. Saya jadi bisa bercerita kepada keluarga terutama Neyra, Aisyah dan Irsyad tentang Tarakan, Samarinda, dan sebagian Jawa Timur. Kalau kondisi fisik sudah pulih, boleh juga nih dinas ke tempat lain yang belum pernah saya datangi....

02 April, 2008

“ROKER” (bukan ‘Rocker’): Suka Duka Penumpang KRL

Salah satu alat transportasi favorit bagi penduduk di daerah Depok dan sekitarnya yang bekerja di Jakarta adalah kereta listrik (KRL) karena cepat sampai kantor dan tidak kenal macet (kalo mogok sih pernah juga…). Salah satu julukan bagi para komuter ini di kantor saya adalah “Roker” alias “Rombongan Kereta”.

Saya adalah salah seorang anggota “Roker” ini. Kalau pagi saya naik dari Stasiun Pondok Cina (Pocin) , Depok. KRL yang saya naiki untuk pagi adalah KRL Bojonggede Ekspres yang berhenti di Pocin dengan jadwal keberangkatan pukul 06.18 pagi. Sedangkan untuk sore harinya, saya naik KRL Depok Ekspres dari Stasiun Juanda yang juga berhenti di Pocin dengan jadwal keberangkatan pukul 17.18.

Bicara soal ketepatan jadwal KRL yang biasa saya naiki, untuk yang pagi hari 99% tepat waktu sehingga untunglah sampai sekarang belum pernah terlewat yang namanya absen ‘finger print’ pagi. “Roker” pagi dari Pocin jumlahnya cukup banyak dan rata-rata pegawai kantoran, dan akhir-akhir ini semakin banyak saja anggota “Roker” dari Pocin karena ketepatan waktunya yang sangat ruarrr biasssaa…walaupun tiketnya sekali jalan cukup mahal (Rp. 9.000)….Soal tempat duduk, jangan ditanya deh…pasti udah nggak dapat. So, siapkan selembar atau dua lembar koran bekas sebagai ‘lapak’ dan silakan duduk bersila di lantai kereta untuk kemudian zzzz….melanjutkan tidur di dalam kereta yang ‘adem’ karena ber-AC.

Bagaimana dengan yang sore hari? Nah, dalam hal ketepatan waktu…KRL Depok Ekspres kebalikannya dari KRL Bojonggede Ekspres, alias 50% terlambat dan 49% terlambat bangettt…Kalau udah gitu, keretanya (walaupun ekspres) tapi penuh juga, dan jangankan duduk di tempat duduk…dapat tempat di lantai untuk masang ‘lapak’ aja seringkali nggak bisa. Ya udah deh, karena nggak ada pilihan lain yang paling cepat akhirnya dibela-belain berdiri dah…”Roker” yang lain banyak juga yang membawa semacam kursi lipat mini sekadar untuk bisa duduk. Seringkali “Roker” arah Depok merasa iri melihat kosongnya KRL ekspres lainnya dan ngomel-ngomel “Gimana sih PT.KA ini?..Udah tau penumpang arah Depok itu paling banyak, mbok ya ditambah jadwal keretanya dan jadwalnya ditepati….”. Berhubung para “Roker” ini tidak punya pilihan lain yang lebih baik, ya terpaksa naik KRL juga walau sambil manyun dan ngedumel sepanjang perjalanan….

Di kantor saya, untuk menandai seseorang itu anggota “Roker” atau bukan, salah satu caranya adalah dengan melihat siapa saja yang antri di depan mesin absensi pada sore hari lebih kurang 5 menit sebelum jam pulang (17.00). Apalagi alasannya kalau bukan “takut ketinggalan kereta”…begitu jam di mesin absensi bergulir ke angka 17:00, langsung saja para “Roker” dengan sigap memasang jari jemarinya di mesin absensi dan kabur ke stasiun secepatnya…biasanya sih naik ‘ojek’ supaya bisa menghindari macet ke stasiun….Satu lagi keterampilan yang harus dimiliki para “Roker” ini adalah dalam hal memilih mesin absensi karena ada perbedaan kira-kira 1 menit antara satu mesin absensi dengan mesin absensi yang lain…beda yang cuma 1 menit ini bisa menentukan anggota “Roker” ketinggalan kereta atau tidak.

Entah karena kereta yang sore hari sudah biasa terlambat, kadang-kadang saya mendengar juga omelan lucu seperti ini “kok malah tepat waktu sih? Seperti biasa aja deh…jadi saya nggak usah buru-buru ke stasiun…”..ha ha…dasar…dikasih tepat waktu ngomel…dikasih terlambat juga ngomel….

26 Februari, 2008

Irsyad, tambah gede aja...



Mau posting foto-fotonya Irsyad nih. Alhamdulillah, sekarang udah 6 bulan n sehat wal afiat.

15 Februari, 2008

Back to Campus

After almost 13 years I graduated from the State Accountancy College (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) in 1995, finally I return to my campus but not as a student. I have come back to my campus as a lecturer, not a permanent one because only every thursday I go there.

Now I know how it feels to be a lecturer, it's not as difficult as I thought but not as easy as well. You have to be ready to answer all kind of strange and challenging questions from students particularly about current issues on the materials. I just remember my brother's tip to deal with students, the most important principle is perhaps "There is no silly or stupid question from student, every question is valuable". By applying that principle, I try to appreciate any question from students. I think it works well.

Furthermore, because I was a student many years ago, I hope I can understand what the students need from a lecturer. Maybe the most important thing that a student need is intense communication with lecturer so that students have vast opportunity to ask any question about the materials or assignments anytime. Fortunately, these days we have a great way to do that. It's internet (e-mail or chat) and cell phone. Therefore, I gave students my e-mail address and cell phone. I wish they use these media to improve their performance.

Maybe the most difficult task for a lecturer is to give motivation to students so that they will study the materials before the lecture and they do it voluntarily. It's still very hard to do that here in Indonesia. However, I believe that this may occur here if universities have adequate sources such as online journals and databases.

That's all folks. Keep up the good work...

08 Februari, 2008

Puisi : Bendera Tua (2)

E k l i p s (Bendera Tua 2)

Matahariku bersinar di siang malang itu

Tiba-tiba…muncul setitik bayangan di puncaknya

, tetanggaku cepat-cepat masuk rumahnya

dan anak kecil yang sedang bermain di jalan

Digendong ibunya masuk…

Aku tak mengerti…

Ekor mataku memandang matahariku

Bayangan itu mulai jelajahi matahariku dengan lembut

, mataku berkunang-kunang, sekeliling jadi suram

Aku semakin tak mengerti…

Di kamarku TV dinyalakan

Bayangan itu hampir jajah semuanya

Matahariku hilang…lenyap…

Suasana jadi gelap

Dan hanya ada matahari hitam

Aku mati…aku…tolong…!!

Gelap masih membayang di luar rumah

Saat aku mengintip lewat jemari lunglaiku

Tapi, kulihat sebuah cincin dengan berlian yang indah

Matahariku mulai bangkit

Di TV, bayangan itu mulai lari tinggalkan matahariku

Aku lari keluar rumah…dan bersorak…

Ya…matahariku terangi bumiku lagi

Ia tersenyum padaku dan berkata:

“Jangan takut padanya….

Ia hanya lewat tuk guncang dunia…”

Lalu ia diam,

sambil diam-diam menitikkan air matanya

Aku mengerti sekarang…

Bandung, Juli 1992

“This poet is also dedicated to Irvan Lubis… Now I understand that death is not the end of our journey


Puisi : Bendera Tua

Bendera Tua

Saat matahari tenggelam di ufuk barat

Aku ingat pada bendera itu…

Bendera tuamu yang usang dan kusam

Aku ingat pada saat-saat itu…

Kamboja turun perlahan terbawa angin dingin

dan jatuh ke tanah tanpa ada yang perduli

Aku ingat…

Bendera itu kau kibarkan pada tiang yang tinggi

agar semuanya terlihat olehku yang tersesat

Air sungai mengalir berirama merdu di telingaku

Aku mulai cari benderamu saat itu

dan kau berdiri di sana melambaikan tanganmu

di bawah benderamu yang tinggi berkibar-kibar

Aku ingat bendera tuamu itu…

Sementara kamboja lain mulai mekar di sekelilingmu

Kau pergi ke jurang keabadianmu

Dan bendera tuamu kuturunkan dengan lambat

Angin tak bertiup, bendera tuamu menunduk

Sebait angin halus menerpa muka pandumu

Kulipat benderamu dan kusimpan dalam lemariku

‘tuk kukenang selama aku ada

Bandung, Juli 1992

“This poet is dedicated to my real best friend who passed away when he was only 17 ………..Irvan Lubis”

04 Februari, 2008

Berantem !!


Eits, jangan salah sangka dulu. Bukannya saya yang berantem ama istri, tapi anak pertama dan kedua saya yang hampir setiap hari pasti berantem. Namanya juga anak-anak, pasti gak jauh dari yang namanya rebutan mainan. Apalagi Neyra dan Aisyah sama-sama cewek, mulai dari rebutan boneka sampai rebutan rumah-rumahan...pokoknya seru deh kalo ngelihat mereka lagi berantem.

Ada kalanya mereka akur juga sih...nih fotonya kalo lagi akur...

Sementara itu, si bungsu (Irsyad) seringkali jadi 'korban' kegemesan dari Aisyah yang senengnya nyubitin pipinya Irsyad. Aduh, pokoknya rumah jadi rame banget deh kalo mereka udah mulai pada teriak-teriak.


Gitu deh ceritanya hari ini...mudah-mudahan aja mereka tetap ceria n riang gembira...Amin.

23 Januari, 2008

Khilafah by:Nadirsyah Hosen

Ada diskusi menarik mengenai sistem Khilafah di sebuah milis, berikut ini rangkuman pendapat dari DR.Nadirsyah Hosen (dosen Islamic Law di Univ. of Wollongong, Australia) di milis tsb, enjoy it..

Dear all,

Biar diskusinya makin hangat...saya bikin saja dalam bentuk tanya-jawab. Pertanyaan saya munculkan dan kemudian saya berikan jawabannya. Semoga bermanfaat.

salam,
=nadir=

1. Wajibkah mendirikan khilafah?

Tidak wajib! Yang wajib itu adalah memiliki pemimpin, yang dahulu disebut khalifah, kini bebas saja mau disebut ketua RT, kepala suku, presiden, perdana menteri, etc. Ada pemelintiran seakan-akan para ulama mewajibkan mendirikan khilafah, padahal arti kata "khilafah" dalam teks klasik tidak otomatis bermakna sistem pemerintahan Islam (SPI) yang dipercayai oleh para pejuang pro-khilafah.

Masalah kepemimpinan ini simple saja: “ Nabi mengatakan kalau kita pergi bertiga, maka salah satunya harus ditunjuk jadi pemimpin”. Tidak ada nash yang qat'i di al-Qur'an dan Hadis yang mewajibkan mendirikan SPI (baca: khilafah ataupun negara Islam). Yang disebut "khilafah" sebagai SPI itu sebenarnya hanyalah kepemimpinan yang penuh dengan keragaman dinamika dan format. Tidak ada format kepemimpinan yang baku.

2. Bukankah ada Hadis yang mengatakan khilafah itu akan berdiri lagi di akhir zaman?

Para pejuang berdirinya khilafah percaya bahwa Nabi telah menjanjikan akan datangnya kembali khilafah di akhir jaman nanti. Mereka menyebutnya dengan khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Ini dalil
pegangan mereka:

"Adalah masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya.

Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan 'Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya.

Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam." (Musnad Ahmad:IV/273) .

Cukup dengan berpegang pada dalil di atas, para pejuang khilafah menolak semua argumentasi rasional mengenai absurd-nya sistem khilafah. Mereka menganggap kedatangan kembali sistem khilafah adalah sebuah keniscayaan. Ada baiknya kita bahas saja dalil di atas.

Salah satu rawi Hadis di atas bernama Habib bin Salim. Menurut Imam Bukhari, "fihi nazhar". Inilah sebabnya imam Bukhari tidak pernah menerima hadis yang diriwayatkan oleh Habib bin Salim tsb. Di samping itu, dari 9 kitab utama (kutubut tis'ah) hanya Musnad Ahmad yang meriwayatkan hadis tsb. Sehingga "kelemahan" sanad hadis tsb tidak bisa ditolong.

Rupanya Habib bin salim itu memang cukup "bermasalah" . Dia membaca hadis tsb di depan khalifah 'umar bin abdul aziz utk menjustifikasi bhw kekhilafahan 'umar bin abdul azis merupakan khilafah 'ala
minhajin nubuwwah. Saya menduga kuat bhw Habib mencari muka di depan khalifah karena sebelumnya ada sejumlah hadis yang mengatakan:

"setelah kenabian akan ada khilafah 'ala minhajin nubuwwah, lalu akan muncul para raja."

Hadis ini misalnya diriwayatkan oleh thabrani (dan dari penelaahan saya ternyata sanadnya majhul). Saya duga hadis thabrani ini muncul pada masa mu'awiyah atau yazid sebagai akibat pertentangan
politik saat itu.

"Khilafah 'ala minhajin nubuwwah" di teks thabrani ini me-refer ke khulafa al-rasyidin, lalu "raja" me-refer ke mu'awiyah dkk. Tapi tiba-tiba muncul umar bin abdul azis --dari dinasti umayyah—yang baik dan adil. Apakah beliau termasuk "raja" yg ngawur dlm hadis tsb?

Maka muncullah Habib bin Salim yg bicara di depan khalifah Umar bin Abdul Azis bhw hadis yg beredar selama ini tidak lengkap. Menurut versi Habib, setelah periode para raja, akan muncul lagi khilafah 'ala minhajin nubuwwah--> dan ini merefer ke umar bin abdul azis. Jadi nuansa politik hadis ini sangat kuat.

Repotnya, term khilafah 'ala minhajin nubuwwah yg dimaksud oleh Habib (yaitu Umar bin abdul azis) sekarang dipahami oleh Hizbut Tahrir (dan kelompok sejenis) sebagai jaminan akan datangnya khilafah lagi di kemudian hari. Mereka pasti repot menempatkan umar bin abdul azis dalam urutan di atas tadi: kenabian, khilafah 'ala mihajin nubuwwah periode pertama (yaitu khulafa al-rasyidin) , lalu para raja, dan khilafah 'ala minhajin nubuwwah lagi. Kalau khilafah 'ala minhajin nubuwwah periode yg kedua baru muncul di akhir jaman maka umar bin abdul azis termasuk golongan para raja yang ngawur :-)

Saya kira kita memang haus bersikap kritis terhadap hadis-hadis berbau politik. Sayangnya sikap kritis ini yang sukar ditumbuhkan di kalangan para pejuang khilafah.

3. Bukankah khilafah adalah solusi dari masalah ummat? Selama ummat islam mengadopsi sistem kafir (demokrasi) maka ummat Islam tidak akan pernah jaya?

Di sinilah letak perbedaannya: sistem khilafah itu dianggap sempurna, sedangkan sistem lainnya (demokrasi, kapitalis, sosialis, dll) adalah buatan manusia. Kalau kita menemukan contoh "jelek"
dalam sejarah Islam, maka kita buru-buru bilang, "yang salah itu manusianya, bukan sistem Islamnya!". Tapi kalau kita melihat contoh "jelek" dalam sistem lain, kita cenderung untuk bilang, "demokrasi hanya menghasilkan kekacauan!". Jadi, yang disalahkan adalah demokrasinya. Ini namanya kita sudah menerapkan standard ganda.

Biar adil, marilah kita melihat bahwa yang disebut sistem khilafah itu sebenarnya merupakan sistem yang juga tidak sempurna, karena ia merupakan produk sejarah, dimana beraneka ragam pemikiran dan praktek telah berlangsung. Sayangnya, karena dianggap sudah "sempurna" maka sistem khilafah itu seolah-olah tidak bisa direformasi. Padahal banyak sekali yang harus direformasi.

Contoh: dalam sistem khilafah pemimpin itu tidak dibatasi periode jabatannya (tenure). Asalkan dia tidak melanggar syariah, dia bisa berkuasa seumur hidup. Dalam sistem demokrasi, hal ini tidak bisa
diterima. Meskipun seorang pemimpin tidak punya cacat moral, tapi kekuasaannya dibatasi sampai periode tertentu.

Saya maklum kenapa sistem khilafah tidak membatasi jabatan khalifah. Soalnya pada tahun 1924 khilafah sudah bubar, padahal pada tahun 1933 (the 22nd Amendment) Amerika baru mulai membatasi jabatan presiden selama dua periode saja. Sayangnya, buku ttg khilafah yang ditulis setelah tahun 1933 masih saja tidak membatasi periode jabatan khalifah. Itulah sebabnya kita menyaksikan bahwa dalam sepanjang sejarah Islam, khalifah itu naik-turun karena wafat, di
bunuh, atau dikudeta. Tidak ada khalifah yg turun karena masa jabatannya sudah habis.

Contoh lainnya, sistem khilafah selalu mengulang-ulang mengenai konsep baiat (al-bay`ah) dan syura. Tapi sayang berhenti saja sampai di situ [soalnya sudah dianggap sempurna sih :-)]. Dalam tradisi
barat, electoral systems itu diperdebatkan dan terus "disempurnakan" dalam berbagai bentuknya. Dari mulai sistem proporsional, distrik sampai gabungan keduanya. Begitu juga dengan sistem parlemen. Dari mulai unicameral sampai bicameral system dibahas habis-habisan, dan perdebatan terus berlangsung untuk menentukan sistem mana yang lebih bisa merepresentasikan suara rakyat dan lebih bisa menjamin tegaknya mekanisme check and balance.

Tapi kalau kita mau "melihat" ke teori barat, nanti kita dituduh terpengaruh orientalis atau terjebak pada sistem kafir. Akhirnya kita terus menerus memelihara teori yg sudah ketinggalan kereta.

4. Kalau khilafah berdiri, maka ummat islam akan bersatu. Lantas kenapa harus ditolak? Bukankah kita menginginkan persatuan ummat?

Sejumlah dalil mengenai persatuan ummat Islam dan kaitannya dengan khilafah banyak dikutip oleh
"pejuang khilafah" belakangan ini:

Rasulullah SAW bersabda:

"Jika dibai'at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya." (HR. Muslim)

Bagaimana "rekaman" sejarah soal ini? Ini daftar tahun berkuasanya khilafah yang sempat saya catat
(sila dikoreksi kalau keliru):

1. Ummayyah (661-750)
2. Abbasiyah (750-1258)
3. Umayyah II (780-1031)
3. Buyids (945-1055)
4. Fatimiyah (909-1171)
5. Saljuk (1055-1194)
6. Ayyubid (1169-1260)
7. Mamluks (1250-1517)
8. Ottoman (1280-1922)
9. Safavid (1501-1722)
10. Mughal (1526-1857)

Dari daftar di atas kita ketahui bahwa selepas masa Khulafa al-Rasyidin, ternyata hanya pada masa Umayyah dan awal masa Abbasiyah saja terdapat satu khalifah untuk semua ummat Islam. Sejak tahun 909 (dimana Abbasiyah masih berkuasa) telah berdiri juga kepemimpinan ummat di Egypt oleh Fatimiyyah (bahkan pada periode Fatimiyah inilah Universitas al-Azhar Cairo dibangun).

Di masa Abbasiyah, Cordova (Andalusia) juga memisahkan diri dan punya kekhalifahan sendiri (Umayyah II). Di Andalusia inilah sejarah Islam dicatat dengan tinta emas, namun pada saat yang sama terjadi kepemimpinan ganda di tubuh ummat, toh tetap dianggap sukses juga :-)

Pada masa Fatimiyyah di Mesir (909-1171), juga berdiri kekuasaan lainnya: Buyids di Iran-Iraq (945-1055). Buyids hilang, lalu muncul Saljuk (1055-1194), sementara Fatimiyah masih berkuasa di Mesir sampai 1171. Ayubid meneruskan Fatimiyyah dengan kekuasaan meliputi Mesir dan Syria (1169-1260). Dan seterusnya.. .silahkan diteruskan sendiri.

Jadi, sejarah menunjukkan bahwa khilafah itu tidak satu; ternyata bisa ada dua atau tiga khalifah pada saat yang bersamaan. Siapa yang dipenggal lehernya dan siapa yang memenggal? Mana yang sah dan mana yang harus dibunuh?

Kita harus kritis membaca Hadis-Hadis "politik" di atas. Saya menduga kuat Hadis semacam itu baru dimunculkan ketika terjadi pertentangan di kalangan ummat islam sepeninggal rasul. Alih-alih bermusyawarah, spt yang diperintahkan Qur'an, para elit Islam tempo doeloe malah melegitimasi pertempuran berdarah dengan Hadis-Hadis semacam itu.

Sejumlah Ulama yg datang belakangan kemudian berusaha "mentakwil" makna Hadis di atas. Mereka menyadari bahwa situasi sudah berubah, dan Islam sudah meluas sampai ke pelosok kampung. Pernyataan Nabi di atas tidak bisa dilepaskan dari konteks traditional- state di Madinah, dimana resources, jumlah penduduk, dan luas wilayah masih sangat terbatas. Cocok-kah Hadis itu diterapkan pada saat ini?

Berpegang teguh pada makna lahiriah Hadis di atas akan membuat darah tumpah dimana-mana. Contoh saja, karena tidak ada aturan yg jelas, maka para ulama berdebat, spt direkam dengan baik oleh al-Mawardi, M. Abu faris dan Wahbah al-Zuhayli: berapa orang yg dibutuhkan utk membai'at seorang khalifah? Ada yg bilang lima [karena Abu Bakr dipilih oleh 5 orang], tiga [dianalogikan dengan aqad nikah dimana ada 1 wali dan 2 saksi], bahkan satu saja cukup [Ali diba'iat oleh Abbas saja]. Jadi, cukup 5 orang saja utk membai'at khalifah. Aturan itu cocok untuk kondisi Madinah jaman dulu, namun terhitung "menggelikan" untuk jaman sekarang.

Disamping itu, urusan "memenggal kepala" itu tidak lagi cocok dengan situasi sekarang. Contoh: ribut-ribut jumlah suara antara AlGore dengan Bush 4 th lalu diselesaikan bukan dengan putusnya leher salah satu di antara mereka. Begitu juga Gus Dur tidak bisa meminta kepala Mega dipenggal ketika Mega "merebut" kekeuasaannya tempo hari. Mekanisme konstitusi yg menyelesaikan semua itu. Nah, mekanisme itu yang di jaman dulu kagak ada. Apa kita mau balik ke jaman itu lagi?

Akhirnya, dengan adanya catatan sejarah yg menunjukkan bahwa terdapat beberapa khalifah dalam masa yang sama, di wilayah yang berbeda, Hadis politik di atas sudah tidak cocok lagi diterapkan.

5. Jawaban anda sebelumnya seolah-olah hendak mengatakan bahwa berdirinya khilafah justru akan menimbulkan pertumpahan darah sesama ummat islam, bukan menghadirkan persatuan spt yang didengungkan para pejuang khilafah saat ini. Betulkah demikian? Benarkah sejarah khilafah menunjukkan pertumpahan darah tsb?

Ketika Bani Abbasiyah merebut khilafah, darah tertumpah di mana-mana. Ini "rekaman" kejadiannya:
Pasukan tentara Bani Abbas menaklukkan kota Damsyik, ibukota Bani Umayyah, dan mereka "memainkan" pedangnya di kalangan penduduk , sehingga membunuh kurang lebih lima puluh ribu orang. Masjid Jami' milik Bani Umayyah, mereka jadikan kandang kuda-kuda mereka selama tujuh puluh hari, dan mereka menggali kembali kuburan Mu'awiyah serta Bani Umayyah lainnya. Dan ketika mendapati jasad Hisyam bin Abdul Malik masih utuh, mereka lalu menderanya dengan cambuk-cambuk dan menggantungkannya di hadapan pandangan orang banyak selama beberapa
hari, kemudian membakarnya dan menaburkan abunya. Mereka juga membunuh setiap anak dari kalangan Bani Umayyah, kemudian menghamparkan permadani di atas jasad-jasad mereka yang sebagiannya masih menggeliat dan gemetaran, lalu mereka duduk di atasnya sambil makan. Mereka juga membunuh semua anggota keluarga Bani Umayyah yang ada di kota Basrah dan menggantungkan jasad-jasad mereka dengan lidah-lidah mereka, kemudian membuang mereka di jalan-jalan kota itu untuk makanan anjing-anjing. Demikian pula yang mereka lakukan terhadap Bani Umayyah di Makkah dan Madinah.

Kemudian timbul pemberontakan di kota Musil melawan as-Saffah yang segera mengutus saudaranya, Yahya, untuk menumpas dan memadamkannya. Yahya kemudian mengumumkan di kalangan rakyat: "Barangsiapa memasuki masjid Jami', maka ia dijamin keamananya." Beribu-ribu orang secara berduyun-duyun memasuki masjid, kemudian Yahya menugaskan pengawal-pengawalnya menutup pintu-pintu Masjid dan menghabisi nyawa orang-orang yang berlindung mencari keselamatan itu. Sebanyak sebelas ribu orang meninggal pada peristiwa itu. Dan di malam harinya, Yahya mendengar tangis dan ratapan kaum wanita yang suami-suaminya terbunuh di hari itu, lalu ia pun memerintahkan pembunuhan atas kaum wanita dan anak-anak, sehingga selama tiga hari di kota Musil digenangi oleh darah-darah penduduknya dan berlangsunglah selama itu penangkapan dan penyembelihan yang tidak sedikit pun memiliki belas kasihan terhadap anak kecil, orang tua atau membiarkan seorang laki-laki atau melalaikan seorang wanita.

...
...
Seorang ahli fiqh terkenal di Khurasn bernama Ibrahim bin Maimum percaya kepada kaum Abbasiyin yang telah berjanji "akan menegakkan hukum-hukum Allah sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah". Atas dasar itu ia menunjukkan semangat yang berkobar-kobar dalam mendukung mereka, dan selama pemberontakan itu berlangsung, ia adalah tangan kanan Abu Muslim al-Khurasani. Namun ketika ia, setelah berhasilnya gerakan kaum Abbasiyin itu, menuntut kepada Abu Muslim agar menegakkan hukum-hukum Allah dan melarang tindakan-tindakan yang melanggar kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, segera ia dihukum mati oleh Abu Muslim.

Cerita di atas bukan karangan orientalis tapi bisa dibaca di Ibn Atsir, jilid 4, h. 333-340, al-Bidayah, jilid 10, h. 345; Ibn Khaldun, jilid 3, h. 132-133; al-Bidayah, jilid 10, h. 68; al-Thabari, jilid 6, h. 107-109. Buku-buku ini yang menjadi rujukan Abul A'la al-Maududi ketika menceritakan ulang kisah di atas dalam al-Khilafah wa al-Mulk.

Note:
Yang jelas sejarah "buruk" kekhilafahan bukan hanya milik khalifah Abbasiyah, tapi juga terjadi di masa Umayyah (sebelum Abbasiyah) dan sesudah Abbasiyah. Misalnya, menurut al-Maududi, dalam periode khilafah pasca khulafatur rasyidin telah terjadi: perubahan aturan pengangkatan khalifah spt yang dipraktekkan sebelumnya, perubahan cara hidup para khalifah, perubahan kondisi baitul mal, hilangnya kemerdekaan mengeluarkan pendapat, hilangnya kebebasan peradilan, berakhirnya pemerintah berdasarkan syura, munculnya kefanatikan kesukuan, dan hilangnya kekuasaan hukum.

Sejarah itu seperti cermin: ada yang baik dan ada yang buruk. Kita harus menyikapinya secara proporsional; jangan "buruk muka, cermin dibelah. Sengaja saya tampilkan sisi buruknya agar kita tidak hidup dalam angan-angan atau nostalgia masa lalu saja, tanpa mengetahui sisi buruk masa lalu itu.

Ada kesan bahwa dengan menjadikan "khilafah is the (only) solution" maka kita melupakan bahwa sebenarnya banyak kisah kelam (sebagaimana juga banyak kisah "keemasan") dalam masa kekhilafahan itu. Jadi, mendirikan kembali khilafah tidak berarti semua problem akan hilang dan lenyap; mungkin kehidupan tanpa problem itu hanya ada di surga saja :-)

6. Ada sejumlah kewajiban yang pelaksanaannya tidak terletak di tangan individu rakyat. Di antaranya adalah pelaksanaan hudûd, jihad fi sabilillah untuk meninggikan kalimat Allah, mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya , dan seterusnya. Sejumlah kewajiban syariat ini bergantung pada pengangkatan Khalifah. Bukankah di sinilah letak urgensinya kita mendirikan khilafah?

Cara berpikir anda itu masih menganggap khilafah itu sama dengan sebuah sistem pemerintahan Islam [SPI}, padahal hadis-hadis yang menyinggung soal khilafah itu hanya bicara mengenai pentingnya mengangkat pemimpin (dan sekarang semua negara punya pemimpin kan?).

Kalau pertanyaannya saya tulis ulang: bukankah sebagian pelaksanaan syariat islam membutuhkan campur tangan pemimpin? jawabannya benar,dan itulah yang sudah dilakukan di sejumlah negara: misalnya memungut zakat, menentukan 1 Ramadan dan 1 Syawal, dst. Jadi, syariat Islam sudah bisa berjalan saat ini tanpa harus ada khilafah.

Lha wong kita sholat, puasa, sekolah, makan, bekerja, menikah, dst adalah bagian dari syariat Islam dan kita bisa menjalaninya meski tidak ada khilafah dalam arti SPI. Kita menjalaninya karena pemimpin kita membebaskan kita melakukan itu semua. Kita tidak dilarang menjalankannya.

Di saudi Arabia, tanpa ada khilafah sekalipun hukuman potongan tangan (hudud) sudah diberlakukan. Bukan berarti saya setuju dg penerapan hudud ini. Saya hanya ingin menunjukkan tanpa khilafah (baca: SPI) maka syariat Islam juga bisa diterapkan.

7. Apa lagi letak keberatan anda thd ide mendirikan khilafah?

Kalau khilafah berdiri maka dunia ini tidak akan damai. Perang terus menerus. Para pejuang khilafah menerima saja mentah-mentah Hadis yang mengungkapkan 3 langkah dlm berurusan dengan non-muslim:

1. ajak mereka masuk Islam
2. kalau mereka enggan, suruh mereka bayar jizyah
3. kalau enggan masuk Islam dan enggan bayar jizyah, maka perangilah mereka.

Kalau Indonesia sekarang berubah menjadi khilafah, maka Singapore, Thailand, Philipine dan Australia akan diajak masuk Islam, atau bayar jizyah, atau diperangi. Masya Allah!

Simak cerita Dr. Jeffrey Lang di bawah ini (yang diceritakan ulang oleh Dr Jalaluddin Rakhmat):

Kira-kira dua bulan setelah saya masuk Islam, mahasiswa-mahasiswa Islam di universitas tempat saya mengajar mulai mengadakan pengajian setiap Jumaat malam di masjid universitas. Ceramah kedua disampaikan oleh Hisyam, seorang mahasiswa kedokteran yang sangat cerdas yang telah belajar di Amerika selama hampir sepuluh tahun. Saya sangat menyukai dan menghormati Hisyam. Dia berbadan agak bulat dan periang, dan mukanya tampak sangat ramah. Dia juga mahasiswa Islam yang sangat bersemangat.

Malam itu Hisyam berbicara tentang tugas dan tanggungjawab seorang Muslim. Dia berbicara panjang lebar tentang ibadah dan kewajiban etika orang yang beriman. Ceramahnya sangat menyentuh dan telah berjalan kira-kira satu jam ketika dia menutupnya dngan ucapan yang tidakdisangka-sangka berikut ini.

"Akhirnya, kita tidak dapat lupa - dan ini benar-benar penting – bahwa sebagai orang Muslim, kita wajib untuk merindukan, dan ketika mungkin berpartisipasi di dalamnya, yakni menggulingkan pemerintah yang tidak Islami - di mana pun di dunia ini - dan menggantinya denganpemerintahan Islam."

"Hisyam!" Saya mencela. "Apakah anda bermaksud mengatakan bahwa warga negara Muslim Amerika harus melibatkan diri dalam penghancuran pemerintah Amerika? Sehingga mereka harus menjadi pasukan kelima di Amerika; suatu gerakan revolusioner bawah tanah yang berusahauntuk menggulingkan pemerintah? Apakah yang kamu maksudkan adalah jika seorang Amerika masuk Islam, dia harus melibatkan diri dalam pengkhianatan politik?!"

Saya berfikir begitu dengan maksud memberikan Hisyam suatu skenario yang sangat ekstrem, sehingga dapat memaksanya untuk melunakkan atau merubah pernyataannya. Dia menundukkan pandangannya ke lantai sementara dia merenungi pertanyaan saya sebentar. Kemudian dia menatap saya dengan suatu ekspresi yang mengingatkan saya terhadap seorang doktor yang hendak menyampaikan khabar kepada pesakitnya bahwa tumornya adalah tumor berbahaya. "Ya," dia berkata, "Ya, itu benar."

Dr. Jeffrey Lang, muslim Amerika yang juga profesor matematik di Universitas Kansas, menceritakan pengalaman di atas untuk menunjukkan betapa "absurdnya" gagasan mendirikan negara Islam bagi orang Islam di Amerika. "Bagi mereka, ide bahwa kaum Muslim – menurut agama mereka -berkewajiban untuk menyerang negara-negara yang tidak agresif seperti Swiss, Brzail, Ekuador atau jika mereka tidak mau tunduk kepada Islam sangat tidak masuk akal," kata Dr. Lang selanjutnya. Anehnya, di mana saja Dr. Lang menemukan wacana negara Islam ini dikemukakan, baik di meja diskusi ilmiah maupun di medan perang.

Sekian kutipan dari Dr Jeffrey Lang.

Kalau kita sekarang nggak suka dengan doktrin pre-emptive strikenya Bush, maka sebenarnya kalau sekarang khilafah berdiri, maka khilafah itu juga memiliki doktrin yang sama. Sungguh mengerikan.

Hadis di atas telah diplintir maknanya sedemikian rupa sehingga khilafah akan menjadi monster yang memaksa negara sekitarnya utk memeluk Islam dg cara diperangi. Inilah salah satu keberatan saya dg
ide mendirikan kembali khilafah.

8. Saya heran dengan anda. CIA saja sudah bisa memprediksi bahwa khilafah akan berdiri pada tahun 2020. Kalau musuh-musuh islam saja percaya dengan hal ini, bagaimana mungkin anda sebagai Muslim malah tidak mendukung berdirinya khilafah?

Biar nggak Ge-Er, kawan-kawan yang pro-khilafah coba baca baik-baik laporan lengkapnya di sini: www.foia.cia. gov/2020/ 2020.pdf

Intinya, CIA membuat 4 skenario FIKTIF sbg gambaran situasi tahun 2020. Khilafah itu hanya satu dari empat skenario fiktif tsb. Jadi jangan diplintir seolah-olah CIA mengatakan khilafah akan berdiri tahun 2020 :-)

Possible Futures

In this era of great flux, we see several ways in which major global changes could take shape in the next 15 years, from seriously challenging the nation-state system to establishing a more robust and inclusive globalization. In the body of this paper we develop these concepts in four fictional scenarios which were extrapolated from the key trends we discuss in this report. These scenarios are not meant as actual forecasts, but they describe possible worlds upon whose threshold we may be entering, depending on how trends interweave and play out:

Davos World " illustrating "how robust economic growth, led by China and India, … could reshape the globalization process";

Pax Americana " "how US predominance may survive the radical changes to the global political landscape and serve to fashion a new and inclusive global order";

A New Caliphate" "how a global movement fueled by radical religious identity politics could constitute a challenge to Western norms and values as the foundation of the global system"; and

Cycle of Fear" proliferation of weaponry and terrorism "to the point that large-scale intrusive security measures are taken to prevent outbreaks of deadly attacks, possibly introducing an Orwellian world."

(The quotes are from the report's executive summary.)

Of course, these scenarios illustrate just a few of the possible futures that may develop over the next 15 years, but the wide range of possibilities we can imagine suggests that this period will be characterized by increased flux, particularly in contrast to the relative stasis of the Cold War era. The scenarios are not mutually exclusive: we may see two or three of these scenarios unfold in some combination or a wide range of other scenarios.

Yang menarik, laporan itu juga menyebut-nyebut soal Indonesia lho. Ini prediksi mereka:

"The economies of other developing countries, such as Brazil, could surpass all but the largest European countries by 2020; Indonesia's economy could also approach the economies of individual European countries by 2020."

Lalu apa yang akan terjadi dengan Amerika (menurut laporan tsb):

"Although the challenges ahead will be daunting, the United States will retain enormous advantages, playing a pivotal role across the broad range of issues --economic, technological, political,and military-- that no other state will match by 2020."

Jadi, dari skenario fiktif yg mereka susun, Amerika tetap saja jaya. Kerjaan CIA kan ya memang begitu...kok bisa-bisanya kawan-kawan pejuang pro-khilafah percaya sama CIA. Bukankah prestasi terbesar CIA adalah saat mengatakan di Iraq ada weapon of mass destruction (WMD)? Kita tahu ternyata WMD memang fiktif belaka. Yah jangan-jangan khilafah juga bakalan bernasib sama: fiktif.