E k l i p s (Bendera Tua 2)
Matahariku bersinar di siang malang itu
Tiba-tiba…muncul setitik bayangan di puncaknya
, tetanggaku cepat-cepat masuk rumahnya
dan anak kecil yang sedang bermain di jalan
Digendong ibunya masuk…
Aku tak mengerti…
Ekor mataku memandang matahariku
Bayangan itu mulai jelajahi matahariku dengan lembut
, mataku berkunang-kunang, sekeliling jadi suram
Aku semakin tak mengerti…
Di kamarku TV dinyalakan
Bayangan itu hampir jajah semuanya
Matahariku hilang…lenyap…
Suasana jadi gelap
Dan hanya ada matahari hitam
Aku mati…aku…tolong…!!
Gelap masih membayang di luar rumah
Saat aku mengintip lewat jemari lunglaiku
Tapi, kulihat sebuah cincin dengan berlian yang indah
Matahariku mulai bangkit
Di TV, bayangan itu mulai lari tinggalkan matahariku
Aku lari keluar rumah…dan bersorak…
Ya…matahariku terangi bumiku lagi
Ia tersenyum padaku dan berkata:
“Jangan takut padanya….
Ia hanya lewat tuk guncang dunia…”
Lalu ia diam,
sambil diam-diam menitikkan air matanya
Aku mengerti sekarang…
Bandung, Juli 1992
“This poet is also dedicated to Irvan Lubis… Now I understand that death is not the end of our journey”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar